LABU KUNING UNTUK BAHAN FORTIFIKASI VITAMIN A
Labu kuning(Cucurbita moschata)
By: Anang Budi Prasetyo,SP
Labu kuning atau waluh (Cucurbita moschata), yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai pumpkin, termasuk komoditas pangan yang telah banyak dikenal masyarakat. Olahan berupa kolak waluh sangat manis dan memiliki warna kuning orange sehingga menarik untuk dinikmati di samping rasa dan penampilannya yang menarik, labu kuning merupakan bahan pangan yang kaya vitamin A dan C, mineral, serta karbohidrat dan daging buahnyapun mengandung
antioksidan yang bermanfaat sebagai anti
kanker.
Umumnya labu kuning diolah menjadi kolak ataupun sayur, di samping untuk pembuatan kue tradisional, karena bahan pangan lokal tersebut memiliki potensi gizi dan komponen bioaktif yang baik, dan belum termanfaatkan secara optimum. Salah satu penyebabnya adalah keterbatasan pengetahuan masyarakat akan manfaat komoditas pangan tersebut.
Sesuai namanya, labu kuning mempunyai warna kuning atau jingga akibat kandungan karotenoidnya yang sangat tinggi, di samping kaya akan
karoten (salah satu jenis karotenoid). Karoten merupakan sumber Vitamin A. Di dalam tubuh karoten diubah menjadi vitamin A yang penting untuk tubuh terutama pada masa pertumbuhan.
Masalah defisiensi (kekurangan) vitamin A merupakan salah satu masalah gizi di negara kita. Defisiensi Vitamin
A biasanya terjadi pada anak-anak.
Vitamin A sangat penting untuk penglihatan/mata, mencegah penyakit kulit serta membantu proses pertumbuhan, sehingga suplai Vitamin A pada makanan anak-anak penting untuk diperhatikan.
Fortifikasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kandungan suatu komponen gizi produk pangan, yang dapat dilakukan dengan menambahkan secara langsung komponen gizi yang ingin ditingkatkan ataupun menambahkan bahan yang kaya akan komponen gizi tersebut pada produk pangan. Fortifikasi diharapkan dapat berperan untuk mengatasi masalah kekurangan gizi mikronutrien di
Indonesia.
Labu kuning yang kaya betakaroten dapat menjadi bahan biofortifikasi pada produk pangan olahan. Fortifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan labu kuning segar yang ditambahkan pada pembuatan roti, es krim dan produk pangan lain yang disukai anak-anak. Fortifikasi
juga dapat dilakukan dengan terlebih
dahulu mengolah labu kuning menjadi
tepung yang selanjutnya diaplikasikan
pada pengolahan pangan. Produk olahan
yang ditambah dengan tepung labu kuning
mempunyai warna dan rasa yang spesifik,
sehingga diharapkan Iebih disukai anak-anak.
Tepung merupakan alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat
komposit), dibentuk, diperkaya zat gizi,
dan Iebih cepat dimasak sesuai tuntutan
kehidupan modern yang serba praktis.
Dari segi proses, pembuatan tepung hanya membutuhkan air relatif sedikit dan ramah Iingkungan
dibandingkan dengan pembuatan pati.
Menurut Prof. Dr. Made Astawan, Dosen di Departemen Teknologi Pangan dan Gizi IPB, tahapan pembuatan tepung dari buah labu kuning sebagai berikut: Labu kuning harus dipilih yang mengkal, yaitu buah sudah tua tetapi belum masak optimum. Buah dipanen kira-kira 5-10
hari Iebih awal dari umur panen
semestinya. Buah yang masak optimum
tidak sesuai