MAKALAH
“MASALAH TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN ALPUKAT DAN UPAYA
PEMECAHANNYA”.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
karunia,taufik dan hidayahnya, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah
yang berisikan tentang “MASALAH TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN ALPUKAT DAN UPAYA
PEMECAHANNYA”. Makalah ini merupakan
bagian dari kajian Masalah teknik budidaya,namun pembahasan mengenai masalah
ini tidak akan habis untuk dibahas karena masalah ini sudah merupakan bagian
dari pola kehidupan petani. Oleh karena itu, pembahasan mengenai “MASALAH TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN ALPUKAT
DAN UPAYA PEMECAHANNYA” dapat dirangkum
secara rapi dalam karya ilmiah ini.
Kami sadar dan percaya,
bahwa makalah yang kami tulis kurang dari sempurna untuk itu kami mohon saran
dan kritik yang sifatnya membangun, agar nantinya kami dapat menulis makalah
yang lebih baik lagi.
Saya mengucapkan banyak
terima kasih atas sebesar-besarnya kepada semua kalangan pihak yang telah
memberikan saya motivasi dalam rangka pengadaan makalah ini,saya berharap
informasi yang terdapat dalam makalah ini sangat berguna bagi pembaca makalah
ini.
|
||||
|
DAFTAR – ISI
KATA PENGANTAR …………………….... i
DAFTAR ISI ……………………… ii
I.
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang ……………………… 1
1.2.Maksud
dan Tujuan ……………………… 2
1.3.Manfaat ……………………… 2
II.
POKOK BAHASAN
2.1.
Budidaya ……………………... 3
2.1.1. Syarat Tumbuh ……………………… 3
2.1.1.1 Iklim ……………………… 3
2.1.1.2. Media
Tanam ……………………… 3
2.1.1.3.
Ketinggian tempat ……………………… 4
2.1.2. Teknik Budidaya ……………………… 4
2.1.2.1.
Pembibitan ……………………… 4
2.1.2.2.
Pengolahan Media
Tanam ……………………… 6
2.1.2.3.
Teknik Penanaman ……………………… 6
2.1.2.4.
Pemeliharaan
Tanaman ……………………... 7
2.1.3. Hama dan Penyakit ……………………… 8
2.1.3.1. Hama …………………….... 8
2.1.3.2. Penyakit ……………………... 11
2.2.Panen
2.2.1. Ciri dan umur panen ……………………... 12
2.2.2. Cara Panen ……………………... 13
2.2.3. Periode Panen ……………………... 13
2.2.4. Perkiraan Produksi ……………………... 13
2.3.Pasca Panen
2.3.1. Pembersian ……………………... 13
2.3.2. Penyortiran ……………………... 13
2.3.3. Pemeraman dan Penyimpanan ……………………... 14
2.3.4. Pengemasan dan Pengangkutan ................................. 15
III. PERMASALAHAN
3.1. SOSIAL ……………………... 16
3.2. BUDIDAYA ……………………... 17
3.3. PANEN dan PASCA PANEN ……………………... 18
|
V. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………... 20
DAFTAR PUSTAKA ……………………... 21
DAFTAR LAMPIRAN ……………………... 22
|
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegiatan dalam membangun dibidang
pertanian tidaklah semudah apa yang kita harapkan, terutama pembangunan di
bidang tanaman pangan dimana dititik
beratkan pada peningkatan produksi dan peningkatan pendapatan petani dan
keluarganya, sehingga dari kegiatan tersebut dapat diharapkan mempunyai nilai
tawar yang layak dipasar. Namun selama ini untuk kebijakan yang ada belum
melirik pada tanaman yang mempunyai nilai tambah disuatu daerah.
Wilayah administratif Kecamatan Tiris merupakan salah satu
Kecamatan di Kabupaten Probolinggo yang
mempunyai produk spesifik lokasi yaitu tanaman alpukat, dimana tanaman alpukat
tersebut sudah banyak manfaatnya bagi petani dan keluarganya, terutama untuk
menambah pendapatan tahunan dan dapat meningkatkan gizi keluarga.Tetapi tanaman
alpukat yang ada di masyarakat masih jenis lokal, dan keadaannya belum
dibudidayakan sesuai dengan anjuran sehingga nilai tukar dan nilai jualnya rendah dipasaran.
Alpukat selain menjadi sumber pendapatan
juga sebagai sumber gizi, terutama vitaman, karbohidrat dan lemak, untuk itu
perlu adanya teknologi tepat guna mengenai teknologi budidaya tanaman alpukat
di wilayah administratif Kecamatan Tiris Kabupaten Probolinggo. Dengan asupan
teknologi tentang budidaya tanaman alpukat diharapan akan adanya perubahan
terhadap taraf hidup masyarakat, baik tingkat kesejahteraannya dan tingkat
kesehatannya.
Dalam penanganan tentang teknologi budidaya
tanaman alpukat di wilayah administratif kecamatan tiris banyak ditemukan
kendala yang dihadapi, antara lain :
a. Mahalnya
pemenuhan akan bibit unggul
b. Pengetahuan
dan ketrampilan petani dalam pengadaan
bibit rendah.
c. Pemeliharaan
tanaman masih tradisional.
d. Pemasaran masih dikuasai oleh tengkulak
Melihat permasalahan yang dihadapi oleh
petani di Wilayah Kecamatan Tiris
tersebut, kami merasa tergugah untuk dapatnya menyelesaikan permasalahan
tersebut dengan sentuan teknologi budidaya
Dengan adanya keterbatasan modal maupun
biaya yang ada dipetani yang tergabung dalam kelompok tani, maka permasalahan
tentang teknik budidaya alpukat perlu mendapat perhatian yang serius,agar
petani alpukat dapat ditingkatkan pendapatannya.
|
1.2 Maksud dan tujuan.
Pengembangan
tanaman alpukat diharapkan bisa merubah perekonomian dan perbaikan gizi
keluarga yang ada di pedesaan, terutama di Wilayah administratif Kecamatan Tiris Kabupaten
Probolinggo.Sehingga tujuan yang hendak dicapai oleh petani dan keluarganya
adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan pendapatan petani dan keluarganya.
b.
Meningkatkan gizi keluarga
c.
Memanfaatkan lahan yang kurang produktif
d.
Menambah pengetahuan petani dalam teknik
budidaya tanaman alpukat
Melihat berbagai permasalahan yang
terdapat di masyarakat petani pedesaan dalam hal teknik budidaya tanaman alpukat,
perlu adanya kajian dan inovasi teknologi budidaya terhadap tanaman alpukat.
Dengan adanya inovasi dan motivasi
terhadap petani tanaman alpukat diharapkan akan memperbaiki cara budidaya yang
sesuai dengan paket teknologi tanaman alpukat, yang mana pada akhirnya akan
memperbaiki tarap hidup petani dan keluarganya.
1.3 Manfaat
Adapun Manfaat
makalah ini adalah :
1)Sebagai salah satu bahan acuhan untuk perbaikan teknik
budidaya alpukat.
2)
Sebagai
bahan masukan berupa informasi yang jelas bagi pemerintah daerah dan pihak –
pihak berkepentingan
|
I.
POKOK BAHASAN
2.1.
Budidaya
2.1.1.
Syarat
Pertumbuhan
2.1.1.1. Iklim
1) Angin diperlukan oleh tanaman alpukat, terutama
untuk proses penyerbukan. Namun demikian angin dengan kecepatan 62,4-73,6
km/jam dapat dapat mematahkan ranting dan percabangan tanaman alpukat yang
tergolong lunak, rapuh dan mudah patah.
2) Curah hujan minimum untuk pertumbuhan adalah 750-1000 mm/tahun. Ras Hindia Barat
dan persilangannya tumbuh dengan subur pada dataran rendah beriklim tropis
dengan curah hujan 2500 mm/tahun. Untuk daerah dengan curah hujan kurang dari
kebutuhan minimal (2-6 bulan kering), tanaman alpukat masih dapat tumbuh asal
kedalaman air tanah maksimal 2 m.
3) Kebutuhan
cahaya matahari untuk pertumbuhan alpukat berkisar 40- 80 %. Untuk ras Meksiko dan Guatemala
lebih tahan terhadap cuaca dingin dan iklim kering, bila dibandingkan
dengan ras Hindia Barat.
4) Suhu
optimal untuk pertumbuhan alpukat berkisar antara 12,8-28,3 O
C. Mengingat tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran
tinggi, tanaman alpukat dapat mentolerir suhu udara antara 15-30 O C
atau lebih. Besarnya suhu kardinal tanaman alpukat tergantung ras
masing-masing, antara lain ras Meksiko memiliki daya toleransi sampai –7 O
C, Guatemala sampai -4,5 O C, dan Hindia Barat sampai 2 O
C.
2.1.1.2. Media Tanam
1) Tanaman alpukat agar tumbuh optimal
memerlukan tanah gembur, tidak mudah tergenang air, (sistem drainase/pembuangan
air yang baik), subur dan banyak mengandung bahan organik.
2) Jenis tanah yang baik untuk
pertumbuhan alpukat adalah jenis tanah lempung berpasir (sandy loam),
lempung liat (clay loam) dan lempung endapan (aluvial loam).
3) Keasaman tanah yang
baik untuk pertumbuhan alpukat berkisar antara Ph sedikit asam sampai netral,
(5,6-6,4). Bila pH di bawah 5,5 tanaman akan menderita keracunan
karena unsur Al, Mg, dan Fe larut dalam jumlah yang cukup banyak.
Sebaliknya pada pH di atas 6,5 beberapa unsur fungsional seperti Fe, Mg,
dan Zn akan berkurang.
|
2.1.1.3. Ketinggian Tempat
Pada
umumnya tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi,
yaitu 5-1500 m dpl. Namun tanaman ini akan tumbuh subur dengan hasil yang
memuaskan pada ketinggian 200-1000 m dpl. Tetapi untuk tanaman alpukat
ras Meksiko dan Guatemala lebih cocok ditanam di daerah dengan ketinggian
1000-2000 m dpl., sedangkan ras Hindia Barat pada ketinggian 5-1000 m dpl.
2.1.2. Teknik Budidaya
2.1.2.1. Pembibitan
1)
Persyaratan Bibit
Bibit
yang baik antara lain yang berasal dari
a) Buah yang sudah cukup tua.
b)
Buahnya tidak jatuh hingga pecah.
c)
Pengadaan bibit lebih dari satu jenis untuk menjamin kemungkinan adanya
persarian bersilang.
2)
Penyiapan Bibit
Sampai
saat ini bibit alpukat hanya dapat diperoleh secara generatif (melalui biji)
dan vegetatif (penyambungan pucuk/enten dan penyambungan mata/okulasi). Dari
ketiga cara itu, bibit yang diperoleh dari biji kurang menguntungkan karena
tanaman lama berbuah (6-8 tahun) dan ada kemungkinan buah yang dihasilkan
berbeda dengan induknya Sedangkan bibit hasil okulasi maupun enten lebih cepat
berbuah (1-4 tahun) dan buah yang didapatkannya mempunyai sifat yang sama
dengan induknya.
3) Teknik Penyemaian Bibit
a) Penyambungan pucuk (enten)
|
b) Penyambungan mata (okulasi)
|
2.1.2.2. Pengolahan Media Tanam
Lahan untuk tanaman alpukat harus dikerjakan
dengan baik; harus bersih dari pepohonan, semak belukar, tunggul-tunggul bekas
tanaman, serta batu-batu yang mengganggu. Selanjutnya
lahan dicangkul dalam atau ditraktor, lalu dicangkul halus 2-3 kali. Pengerjaan
lahan sebaiknya dilakukan saat musim kering sehingga penanaman nantinya dapat
dilakukan pada awal atau saat musim hujan.
2.1.2.3. Teknik Penanaman
1) Pola Penanaman
Pola
penanaman alpukat sebaiknya dilakukan secara kombinasi antar
varietasvarietasnya. Hal ini mengingat bahwa kebanyakan varietas tanaman
alpukat tidak dapat melakukan penyerbukan sendiri, kecuali varietas ijo panjang
yang memiliki tipe bunga A. Ada 2 tipe bunga dari beberapa varietas alpukat di
Indonesia, yaitu tipe A dan tipe B. Varietas yang tergolong tipe bunga A adalah
ijo panjang, ijo bundar, merah panjang, merah bundar, waldin, butler, benuk,
dickinson, puebla, taft, dan hass Sedangkan yang tergolong tipe B adalah
collinson, itszamma, winslowsaon, fuerte, lyon, nabal, ganter, dan queen.
Penyerbukan silang hanya terjadi antara kedua tipe bunga. Oleh karena itu,
penanaman alpukat dalam suatu lahan harus dikombinasi antara varietas yang
memiliki tipe bunga A dan tipe bunga B sehingga bunga-bunganya saling
menyerbuki satu sama lain.
2) Pembuatan Lubang Tanam
a)
Tanah digali dengan ukuran panjang, lebar, dan tinggi masing-masing 75 cm. Lubang tersebut dibiarkan terbuka
selama lebih kurang 2
minggu.
b)
Tanah bagian atas dan bawah dipisahkan.
|
d) Lubang tanam yang telah tertutup kembali diberi
ajir untuk memindahkan mengingat letak lubang tanam.
3) Cara Penanaman
Waktu
penanaman yang tepat adalah pada awal musim hujan dan tanah yang ada dalam
lubang tanam tidak lagi mengalami penurunan. Hal yang perlu diperhatikan adalah
tanah yang ada dalam lubang tanam harus lebih tinggi dari tanah sekitarnya. Hal
ini untuk menghindari tergenangnya air bila disirami atau turun hujan.
Langkah-langkah penanaman adalah sebagai berikut:
a) Lubang tanam yang telah
ditutup, digali lagi dengan ukuran sebesar wadah bibit.
b) Bibit dikeluarkan dari
keranjang atau polibag dengan menyayatnya agar gumpalan tanah tetap utuh.
c) Bibit beserta tanah yang
masih menggumpal dimasukkan dalam lubang setinggi leher batang, lalu ditimbun dan diikatkan ke
ajir.
d) Setiap
bibit sebaiknya diberi naungan untuk menghindari sinar matahari secaralangsung,
terpaan angin, maupun siraman air hujan. Naungan tersebut dibuat miring dengan bagian yang tinggi
di sebelah timur. Peneduh ini berfungsi sampai tumbuh tunas-tunas baru atau
lebih kurang 2-3 minggu.
2.1.2.4. Pemeliharaan Tanaman
1) Penyiangan
Gulma
banyak tumbuh di sekitar tanaman karena di tempat itu banyak terdapat zat hara.
Selain merupakan saingan dalam memperoleh
makanan, gulma juga merupakan tempat bersarangnya hama dan penyakit. Oleh
karena itu, agar tanaman dapat tumbuh dengan baik maka gulma-gulma tersebut
harus disiangi (dicabut) secara rutin.
2) Penggemburan Tanah
Tanah
yang setiap hari disiram tentu saja akan semakin padat dan udara di dalamnya
semakin sedikit. Akibatnya akar tanaman tidak dapat leluasa menyerap unsur
hara. Untuk menghindarinya, tanah di sekitar tanaman perlu digemburkan dengan
hati-hati agar akar tidak putus.
|
3) Penyiraman
Bibit
yang baru ditanam memerlukan banyak air, sehingga penyiraman perlu ndilakukan
setiap hari. Waktu yang tepat untuk menyiram adalah pagi/sore hari, dan bila
hari hujan tidak perlu disiram lagi.
4) Pemangkasan Tanaman
Pemangkasan
hanya dilakukan pada cabang-cabang yang tumbuh terlalu rapat atau
ranting-ranting yang mati. Pemangkasan dilakukan secara hati-hati agar luka
bekas pemangkasan terhindar dari infeksi penyakit dan luka bekas pemangkasan
sebaiknya diberi fungisida/penutup luka.
5) Pemupukan
Dalam
pembudidayaan tanaman alpukat diperlukan program pemupukan yang baik dan
teratur. Mengingat sistem perakaran tanaman alpukat, khususnya akarakar
rambutnya, hanya sedikit dan pertumbuhannya kurang ekstensif maka pupuk harus
diberikan agak sering dengan dosis kecil. Jumlah pupuk yang diberikan
tergantung pada umur tanaman. Bila program pemupukan tahunan menggunakan pupuk
urea (45% N), TSP (50% P), dan KCl (60%
K) maka untuk tanaman berumur muda (1-4 tahun) diberikan urea, TSP, dan KCl
masing-masing sebanyak 0,27-1,1 kg/pohon, 0,5-1 kg/pohon dan 0,2-0,83 kg/pohon.
Untuk tanaman umur produksi (5 tahun lebih) diberikan urea, TSP, dan KCl
masing-masing sebanyak 2,22-3,55 kg/pohon, 3,2 kg/pohon, dan 4 kg/pohon. Pupuk
sebaiknya diberikan 4 kali dalam setahun. Mengingat tanaman alpukat hanya
mempunyai sedikit akar rambut, maka sebaiknya pupuk diletakkan sedekat mungkin
dengan akar. Caranya
dengan menanamkan pupuk ke dalam lubang sedalam 30-40 cm, di mana lubang
tersebut dibuat tepat di bawah tepi tajuk tanaman, melingkari tanaman.
2.1.3. Hama Dan Penyakit
2.1.3.1.Hama
a. Hama pada Daun
1)
Ulat kipat (Cricula trisfenestrata Helf)
|
Gejala: Daun-daun tidak utuh dan terdapat bekas
gigitan. Pada serangan yang hebat, daun habis sama sekali tetapi tanaman tidak
akan mati, dan terlihat kepompong bergelantungan.
Pengendalian: Menggunakan insektisida yang mengandung
bahan aktif
monokrotofos
atau Sipermetein, misal Cymbush 50 EC dengan dosis 1-3 cc/liter atau Azodrin 15
WSC dengan dosis 2-3 cc/liter.
2) Ulat kupu-kupu gajah (Attacus
atlas L.)
Ciri: Sayap kupu-kupu dapat mencapai ukuran 25 cm dengan warna coklat
kemerahan dan segitiga tansparan. Ulat berwarna hijau tertutup tepung putih,
panjang 15 cm dan mempunyai duri yang berdaging. Pupa terdapat di dalam
kepompong yang berwarna coklat.
Gejala: Sama dengan gejala serangan ulat kipat, tetapi kepompong tidak
bergelantungan melainkan terdapat di antara daun.
Pengendalian: Sama dengan pemberantasan ulat kipat.
3) Aphis
gossypii Glov/A. Cucumeris, A. cucurbitii/Aphis kapas.
Ciri: Warna tubuh hijau tua sampai hitam atau kunig coklat. Hama ini
mengeluarkan embun madu yang biasanya ditumbuhi cendawan jelaga sehingga daun
menjadi hitam dan semut berdatangan.
Gejala: Pertumbuhan tanaman terganggu. Pada serangan yang hebat tanaman
akan kerdil dan terpilin.
Pengendalian: Disemprot dengan insektisida berbahan aktif
asefat/dimetoat, misalnya Orthene 75 SP dengan dosis 0,5-0,8 gram/liter atau
Roxion 2 cc/liter.
4) Kutu dompolan putih (Pseudococcus
citri Risso)/Planococcus citri Risso
Ciri: Bentuk tubuh elips, berwarna coklat
kekuningan sampai merah oranye, tertutup tepung putih, ukuran tubuh 3 mm,
mempunyai tonjolan di tepi tubuh dengan jumlah 14-18 pasang dan yang terpanjang
di bagian pantatnya.
Gejala: Pertumbuhan tanaman terhambat dan kurus.
Tunas muda, daun, batang, tangkai bunga, tangkai buah, dan buah yang terserang
akan terlihat pucat, tertutup massa berwarna putih, dan lama kelamaan kering.
Pengendalian: Disemprot dengan insektisida yang
mengandung bahan aktif formotion, monokrotofos, dimetoat, atau karbaril. Misalnya anthion 30 EC dosis 1-1,5 liter/ha, Sevin 85 S dosis 0,2%
dari konsentrasi fomula.
|
5) Tungau merah (Tetranychus cinnabarinus
Boisd)
Ciri: Tubuh tungau betina berwarna merah tua/merah kecoklatan,
sedangkan tungau jantan hijau kekuningan/kemerahan. Terdapat beberapa bercak
hitam, kaki dan bagian mulut putih, ukuran tubuh 0,5 mm.
Gejala: Permukaan daun berbintikbintik kuning yang kemudian akan berubah
menjadi merah tua seperti karat. Di bawah permukaan daun tampak anyaman benang
yang halus. Serangan yang hebat dapat menyebabkan daun menjadi layu dan rontok.
Pengendalian: Disemprot dengan akarisida Kelthan MF yang
mengandung bahan aktif dikofoldan, dengan dosis 0,6-1 liter/ha.
b. Hama pada Buah
1) Lalat buah Dacus (Dacus
dorsalis Hend.)
Ciri: Ukuran tubuh 6 - 8 mm dengan bentangan
sayap 5 - 7 mm. Bagian dada berwarna coklat tua bercak kuning/putih dan bagian
perut coklat muda dengan pita coklat tua. Stadium larva berwarna putih pada
saat masih muda dan kekuningan setelah dewasa, panjang tubuhnya 1 cm.
Gejala: Terlihat bintik hitam/bejolan pada
permukaan buah, yang merupakan tusukan hama sekaligus tempat untuk meletakkan
telur. Bagian dalam buah berlubang dan busuk karena dimakan larva.
Pengendalian: Dengan umpan minyak citronella/umpan
protein malation akan mematikan lalat yang memakannya. Penyemprotan insektisida
dapat dilakukan antara lain dengan Hostathion 40 EC yang berbahan aktif
triazofos dosis 2 cc/liter dan tindakan yang paling baik adalah memusnahkan
semua buah yang terserang atau membalik tanah agar larva terkena sinar matahari
dan mati.
2)
Codot (Cynopterus sp)
Ciri: Tubuh seperti kelelawar tetapi ukurannya
lebih kecil menyerang buahbuahan pada malam hari.
Gejala: Terdapat bagian buah yang berlubang bekas
gigitan. Buah yang terserang hany yang telah tua, dan bagian yang dimakan adalah daging buahnya saja.
Pengendalian: Menangkap codot menggunakan
jala/menakut-nakutinya menggunakan kincir angin yang diberi peluit sehingga
dapat menimbulkan suara.
|
c. Hama pada Cabang/Ranting
1) Kumbang bubuk cabang (Xyleborus coffeae Wurth
/ Xylosandrus morigerus Bldf).
Ciri: Kumbang yang lebih menyukai tanaman kopi ini berwarna coklat tua
dan berukuran 1,5 mm. Larvanya berwarna putih dan panjangnya 2 mm.
Gejala: Terdapat lubang yang menyerupai terowongan pada cabang atau
ranting. Terowongan itu dapat semakin besar sehingga makanan tidak dapat
tersalurakan ke daun, kemudian daun menjadi layu dan akhirnya cabang atau
ranting tersebut mati.
Pengendalian: Cabang/ranting yang terserang dipangkas dan
dibakar. Dapat juga disemprot insektisida berbahan aktif asefat atau diazinon
yang terkandung dalam Orthene 75 SP dengan dosis pemberian 0,5-0,8 gram/liter
dan Diazinon 60 EC dosis 1-2 cc/liter.
2.1.3.2. Penyakit
a. Penyakit yang disebabkan Jamur
1) Antraknosa
Penyebab: Jamur Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) sacc. Yang
mempunyai miselium berwarna cokleat hijau sampai hitam kelabu dan sporanya
berwarna jingga.
Gejala: Penyakit ini menyerang semua bagian tanaman, kecuali akar.
Bagian yang terinfeksi berwarna cokelat karat, kemudian daun, bunga,
buah/cabang tanaman yang terserang akan gugur.
Pengendalian: Pemangkasan ranting dan cabang yang mati. Penelitian buah
dilakukan agak awal (sudah tua tapi belum matang). Dapat juga disemprot dengan
fungisida yang berbahan aktif maneb seperti pada Velimex 80 WP. Fungisida ini
diberikan 2 minggu sebelum pemetikan dengan dosis 2-2,5 gram/liter.
2) Bercak daun atau bercak
cokelat
Penyebab: cercospora purpurea Cke./dikenal
juga dengan Pseudocercospora purpurea (Cke.) Derghton. Jamur ini
berwarna gelap dan menyukai tempat lembab.
|
Pengendalian: Penyemprotan fungisida Masalgin 50 WP yang
mengandung benomyl, dengan dosis 1-2 gram/liter atau dapat juga dengan mengoleskan
bubur Bordeaux.
3)
Busuk akar dan kanker batang
Penyebab: Jamur Phytophthora yang hidup saprofit di
tanah yang mengandung bahan organik, menyukai tanah basah dengan drainase
jelek.
Gejala: Bila tanaman yang terserang akarnya maka
pertumbuhannya menjadi terganggu, tunas mudanya jarang tumbuh. Akibat yang paling fatal adalah kematian pohon. Bila batang tanaman yang terserang maka akan
tampak perubahan warna kulit pada pangkal batang.
Pengendalian: drainase perlu diperbaiki, jangan sampai
ada air yang menggenang/dengan membongkar tanaman yang terserang kemudian
diganti dengan tanaman yang baru.
4) Busuk buah
Penyebab: Botryodiplodia theobromae pat. Jamur ini menyerang
apabila ada luka pada permukaan buah.
Gejala: Bagian yang pertama kali diserang adalah ujung tangkai buah
dengan tanda adanya bercak cokelat yang tidak teratur, yang kemudian menjalar
ke bagian buah. Pada kulit buah akan timbul tonjolan-tonjolan kecil.
Pengendalian: Oleskan bubur Bordeaux/ semprotkan fungisida Velimex 80 WP yang
berbahan aktif Zineb, dengan dosis 2-2,5 gram/liter.
2.2. Panen
2.2.1. Ciri dan Umur Panen
Ciri-ciri buah yang sudah
tua tetapi belum masak adalah:
a) warna kulit tua tetapi
belum menjadi cokelat/merah dan tidak mengkilap;
b) Bila buah diketuk dengan punggung kuku,
menimbulkan bunyi yang nyaring;
|
2.2.2. Cara Panen
Umumnya
memanen buah alpukat dilakukan secara manual, yaitu dipetik menggunakan tangan
dan apabila kondisi fisik pohon tidak memungkinkan untuk dipanjat, maka panen
dapat dibantu dengan menggunakan alat/galah yang diberi jarring /goni pada
ujungnya/tangga. Saat dipanen, buah harus dipetik/dipotong bersama sedikit
tangkai buahnya (3-5 cm) untuk mencegah memar, luka/infeksi pada bagian dekat
tangkai buah.
2.2.3. Periode Panen
Biasanya
alpukat mengalami musim berbunga pada awal musim hujan, dan musim berbuah
lebatnya biasanya pada bulan Desember, Januari, dan Februari. Di Indonesia yang
keadaan alamnya cocok untuk pertanaman alpukat, musim panen dapat terjadi
setiap bulan. Apabila musim memungkinkan tanaman dapat dipanen 2 kali dalam
satu tahunnya.
2.2.4. Prakiraan Produksi
Produksi
buah alpukat pada pohon-pohon yang tumbuh dan berbuah baik dapat mencapai 70-100
kg/pohon/tahun. Produksi
rata-rata yang dapat diharapkan dari setiap pohon berkisar 85 kg.
Tetapi pada pohon yang cukup tua atau berumur
lebih dari 20 tahun bisa berproduksi sampai 200 kg.
2.3.
Pasca Panen
2.3.1. Pembersian
Untuk
menghilangkan segala macam kotoran yang menempel sehingga mempermudah
penggolongan/penyortiran. Cara pembersian cukup di bersihkan dengan kain yang
lembut,sekaligus juga membuang tangkai buah. Kalau tidak dibuang akan merusak
buah lainnya karena goresan tangakai buah.
2.3.2. Penyortiran
|
a. Pasar swalayan dan ekspor.
Persyaratan yang harus
dipenuhi :
1. Tidak cacat, kulit buah harus mulus tanpa bercak.( kwalitas A
).
2. Cukup tua tapi belum matang.
3. Ukuran buah seragam. Biasanya dipakai standar dalam 1 kg
terdiri dari 3 buah atau berbobot maksimal 400 g.
4. Bentuk buah seragam. Pesanan paling banyak
adalah yang berbentuk lonceng. Buah yang banyak diminta importir untuk
konsumen luar negeri adalah buah alpukat yang dagingnya berwarna kuning mentega
tanpa serat.
5. sebelum dikirim buah harus di peram dulu
dalam kemasan keranjang plastik. Dan dalam satu keranjang maksimal 30 kg.
6. Mencamtumkan kode sertifikat prima.
b. Pasar buah.
1. Buah tidak cacat, kulit buah sedikit mulus
( kwalitas Ab )
2. bentuk buah agak seragam dan berat tidak
maksimal tidak terbatas.
3. Pengiriman denga menggunakan kotak kayu.
4. Buah cukup tua dan tidak masak.
Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan pasar
tradisional, semua syarat tadi tidak terlalu diperhitungkan, ( kwalitas Ab.1,
Ab.2, Ab.3).
2.3.3. Pemeraman dan Penyimpanan
Alpukat baru dapat dikonsumsi bila sudah
masak. Untuk mencapai tingkat kemasan ini diperlukan waktu sekitar 7 hari
setelah petik (bila buah dipetik pada saat sudah cukup ketuaannya). Bila
tenggang waktu tersebut akan dipercepat, maka buah harus diperam terlebih dulu.
Untuk keperluan ekspor, tidak perlu dilakukan pemeraman karena tenggang waktu
ini disesuaikan dengan lamanya perjalanan untuk sampai di tempat tujuan. Cara
pemeraman alpukat masih sangat sederhana. Pada umumnya hanya dengan memasukkan
buah ke dalam karung goni, kemudian ujungnya diikat rapat. Setelah itu karung
diletakkan di tempat yang kering dan bersih. Karena alpukat mempunyai umur
simpan hanya sampai sekitar 7 hari (sejak petik sampai siap dikonsumsi), maka
bila ingin memperlambat umur simpan tersebut dapat dilakukan dengan menyimpannya
dalam ruangan bersuhu 5 0 C. Dengan cara tersebut, umur penyimpanan
dapat diperlambat samapai 30-40 hari.
|
2.3.4. Pengemasan dan Pengangkutan
Kemasan
adalah wadah/tempat yang digunakan untuk mengemas suatu komoditas. Kemasan
untuk pasar lokal berbeda dengan yang untuk diekspor. Untuk pemasaran di dalam
negeri, buah alpukat dikemas dalam kotak kayu tetapi tidak tertutup semuanya,
lalu diangkut dengan menggunakan truk. Sedangkan kemasan untuk ekspor berbeda
lagi, yaitu umumnya menggunakan kotak karton berkapasitas 5 kg buah alpukat.
Sebelum dimasukkan ke dalam kotak karton, alpukat dibungkus kertas tissue,
kemudian diatur sususannya dengan diselingi penyekat yang terbuat dari potongan
karton.
|
II.
PERMASALAHAN.
3.1. Sosial.
Kegiatan budidaya tanaman alpukat tidak
terlepas dari tingkat pengetahuan dan ketrampilan petani, karena disini petani
sebagai subyek dalam penanganan budidaya tanaman alpukat. Dalam hal budidaya
tanaman alpukat sebagian besar belum sesuai dengan yang dianjurkan. Keadaan
yang demikian disebabkan karena tanaman alpukat yang dibudidayakan merupakan
tanaman sampingan dan cara budidayanya masih secara tradisional.
Menurut data kependudukan yang ada di
kecamatan tiris jumlah penduduknya sebanyak 61.026 orang,yang terbagi laki-laki
sebanyak 29.900 orang atau sebesar 48,00 persen dan perempuan sebanyak 31.280
orang atau sebesar 51,01 persen.
Dari jumlah penduduk sebanyak 61.026
orang yang ada di wilayah kecamatan tiris,sebanyak 38.642 orang atau sebesar
63,32 persen bergerak di bidang pertanian tanaman pangan, dan sebanyak 8.218
orang atau sebesar 13,47 persen adalah buruh tani. Dan sisanya bergerak
dibidang peternakan, jasa angkutan,jasa lainnya dan sebagainya.
Sebagai gambaran penduduk kecamatan
tiris menurut mata pencaharian adalah sebagaimana tabel.1 :
Tabel.1 : Jumlah penduduk menurut mata
pencaharian :
Jumlah
penduduk menurut mata pencaharian
No
|
Desa
|
PNS+
Pensiunan
|
Petani
|
Buruh
Tani
|
Pengra
jin
|
Pedagang
|
Jasa
Angku
tan
|
Jasa
Bangu
nan
|
Lainnya
|
1
|
Andungbiru
|
16
|
2329
|
651
|
32
|
23
|
24
|
7
|
121
|
2
|
Andungsari
|
16
|
1541
|
621
|
10
|
27
|
15
|
5
|
109
|
3
|
Tlogoargo
|
11
|
1186
|
343
|
15
|
17
|
12
|
3
|
97
|
4
|
Tlogosari
|
7
|
2117
|
475
|
7
|
21
|
9
|
8
|
101
|
5
|
Ranuagung
|
19
|
3752
|
467
|
28
|
72
|
27
|
11
|
192
|
6
|
Tiris
|
62
|
3135
|
409
|
26
|
149
|
52
|
15
|
135
|
7
|
Segaran
|
16
|
1623
|
342
|
9
|
32
|
12
|
4
|
54
|
8
|
Ranugedang
|
21
|
2644
|
399
|
12
|
33
|
38
|
10
|
172
|
9
|
Jangkang
|
12
|
1968
|
528
|
41
|
26
|
10
|
7
|
113
|
10
|
Wedusan
|
21
|
2109
|
278
|
69
|
54
|
8
|
5
|
87
|
11
|
Racek
|
13
|
2428
|
547
|
130
|
87
|
12
|
6
|
130
|
12
|
Pesawahan
|
35
|
3127
|
709
|
41
|
126
|
31
|
17
|
201
|
13
|
Pedagangan
|
7
|
3329
|
549
|
52
|
48
|
17
|
13
|
82
|
14
|
Tegalwatu
|
5
|
2492
|
786
|
43
|
49
|
12
|
11
|
68
|
15
|
Rejing
|
8
|
3199
|
583
|
68
|
55
|
11
|
18
|
170
|
16
|
Tulupari
|
7
|
1653
|
532
|
39
|
37
|
16
|
12
|
49
|
Jumlah :
|
271
|
38642
|
8218
|
564
|
859
|
306
|
150
|
1881
|
Sumber data :
Mantis Kecamatan Tiris
|
Dari tabel tersebut diatas penduduk yang
membudidayakan tanaman alpukat tersebar hampir disemua desa diwilayah kecamatan
tiris, Jumlah kepemilikan pohon alpukat di wilayah kecamatan tiris adalah
sebagai berikut :
Tabel.2 : Data kepemilikan tanaman
alpukat.
No
|
D e s a
|
Jumlah pohon
|
Jumlah petani
|
Rata-rata
kepemilikan
|
1
|
Andungbiru
|
800
|
312
|
3
|
2
|
Andungsari
|
960
|
330
|
3
|
3
|
Tlogoargo
|
480
|
308
|
2
|
4
|
Tlogosari
|
960
|
326
|
3
|
5
|
Ranuagung
|
10.400
|
895
|
11
|
6
|
Tiris
|
7.680
|
622
|
12
|
7
|
Segaran
|
9.920
|
672
|
15
|
8
|
Ranugedang
|
38.560
|
871
|
44
|
9
|
Jangkang
|
31.200
|
656
|
47
|
10
|
Wedusan
|
16.160
|
563
|
29
|
11
|
Racek
|
15.200
|
429
|
35
|
12
|
Pesawahan
|
31.040
|
624
|
50
|
13
|
Pedagangan
|
14.240
|
621
|
30
|
14
|
Tegalwatu
|
3.360
|
334
|
10
|
15
|
Rejing
|
3.520
|
345
|
10
|
16
|
Tulupari
|
2.880
|
310
|
9
|
Jumlah :
|
187.360
|
8.218
|
23
|
Sumber data : BPP Kecamatan Tiris
Dari tabel tersebut petani alpukat diatas
dapat diambil kesimpulan bahwa kepemilikan rata-rata tanaman alpukat sebanyak
23 pohon. Dengan adanya jumlah kepemilikan tersebut pelaksanaan budidaya tidak
akan efisien untuk dijadikan peningkatan penambahan pendapatan keluarga.
Disamping itu permasalahan yang timbul
juga banyaknya tanaman alpukat yang digadaikan, terutama di desa
Ranugedang,Pesawahan,Jangkang,Pedagangan dan desa Ranuagung.
3.2.
Budidaya.
Sebagian besar petani alpukat yang ada diwilayah Kecamatan Tiris belum semuanya tersentuh oleh teknologi
budidaya sesuai dengan anjuran, Hal ini dikarenakan petani alpukat yang
tersebar tempat tinggalnya dan program pemerintah belum semua desa terjangkau
oleh program pemerintah.Hanya pada kelompok kecil yang sudah melaksanakan teknik
budidaya yang baik dan benar, itupun masih pada petani petani maju yang ada di
desa Ranugedang dan Pesawahan.
|
3.3. Panen dan
Pasca Panen.
Panen yang dilaksanakan sudah sesuai
dengan anjuran namun dalam pelaksanaan pasca panen belum dilaksanakan sama
sekali, hal ini petani menjual buah alpukat tidak langsung ke pedagang
pengumpul tingkat kecamatan, tetapi dijual kepedagang tingkat desa. Hal yang
demikian dikarenakan dengan cara panen secara periodik dan hasil panen sangat
sedikit.
|
III.
PEMECAHAN
MASALAH.
Dengan melihat hasil quesener yang
diajukan kepada petani banyak permasalahn yang ditemui, baik masalah
kelembagaan, teknik budidaya, penanganan panen, pasca panen dan sistem
penjualan hasil. Agar petani dalam penanganan tanaman alpukat sesuai dengan
petunjuk pelaksanaan teknologi budi daya perlu adanya perbaikan disana sini.
Dari hasil temuan tersebut solusi
pemecahannya adalah sebagai berikut:
1. Pengornisasian
petani alpukat harus diperhatikan, karena selama ini petani alpukat belum ada
yang ikut dalam kelembagaan petani ( Kelompok Tani ).
2. Pemilikan
tanaman alpukat rata-rata 23 pohon untuk itu perlu diperluas sehingga mempunyai
nilai ekonomis lebih tinggi.
3. Penanaman
alpukat terletak dilahan pekarangan, perlu adanya perluasan tanaman. Baik
dilahan pekarangan maupun dilahan tegalan/ladang.
4. Penggunaan
bibit diharapkan menggunakan bibit yang diketahui asalnya dan yang berproduksi
tinggi.
5. Pemberian
pupuk organik disekitar tajuk tanaman sesuai dengan dosis anjuran, atau
sebanyak 100 kg ( 2 pikul ) dan pupuk an
organik sebanyak 15 Kg per pohon.
6. Pemangkasan
cabang-cabang yang tidak produktif, cabang-cabang/ ranting tua serta
ranting-ranting yang tumbuh keatas.
7. Menjaga
kebersihan kebun.
8. Pengendalian
hama dan
penyakit.
9. Pelaksanaan
sortasi sesuai dengan standart pedagang pengumpul tingkat kecamatan.
10. Penjualan
buah alpukat secara kolektif lewat kelompok tani.
11. Bantuan bibit alpukat unggul lewat dinas terkait.
12. Agar buah alpukat bisa meningkat harga jualnya perlu
adanya registrasi pohon, dengan tujuan untuk mendapatkan sertifikat Prima III (
Layak untuk di konsumsi ).
13. Sekolah lapang pengendalian hama penyakit terpadu (
SL-PHT ) sesuai sengan SOP Alpukat.
14. Perlunya menjalin kemitraan dengan pihak eksportir buah.
15. Perlunya mengikutkan pameran di tingkat Propinsi dan
pusat.
16. Mengembangkan pohon alpukat yang sudah disertifikatkan.
Dari cara pemecahan
masalah teknik budidaya pemecahan yang paling cepat dilakukan adalah dengan
pembinaan petani lewat kelembagaan petani dan pelaksanaan sekolah lapang.
|
IV.
KESIMPULAN
DAN SARAN.
4.1.
Kesimpulan
Melihat
keberadaan sosial ekonomi petani tanaman alpukat yang ada di wilayah Kecamatan
Tiris, perlu adanya solusi yang sesuai dengan tingkat pendidikan, kultur budaya
serta kemauan dan kemampuan petani dalam mengimplikasikan inovasi terapan
sesuai dengan ekologi setempat.
Agar
produksi tanaman alpukat dapat berproduksi sesuai yang diharapkan dan dapat
meningkatkan pendapatan petani alpukat,dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Kurangnya
asupan teknologi terapan terhadap tanaman alpukat.
2. Kelembagaan
petani alpukat belum terbentuk.
3. Bibit
yang digunakan asal usulnya tidak diketahui.
4. Tanaman
alpukat yang ditanam oleh petani masih di pekarangan.
5.
Pemupukan
tanaman alpukat hampir tidak dilakukan oleh petani.
6.
Cara
penjualan secara sendiri sendiri.
7.
Sortasi
hasil panen tidak dilakukan sama sekali.
8.
Pentingnya
sertifikasi pohon,untuk mendapatkan sertifikat Prima.
9. Program
pemerintah hampir tidak ada.
Dari hasil kesimpulan diatas dapat dijadikan pedoman
untuk melaksanakan program pengembangan kawasan buah buahan, terutama tanaman alpukat.
4.2. Saran
Untuk
meningkatkan pendapatan petani buah-buahan khususnya alpukat perlu adanya
pemahaman terhadap sosial ekonomi daerah yang akan dikembangkan, karena kalau
tidak memperhatikan kemauan dan kemampuan serta tingkat pendidikan petani yang
ada maka akan terjadi ketidak sinambungan program pemerintah dengan petani.
Untuk pengembangan tanaman alpukat di
wilayah Kecamatan Tiris, dapat kami sarankan sebagai berikut :
1. Mengefektifkan
kelembagaan petani yang ada, terutama pada wilayah kelompok tani yang ada
tanaman alpukatnya.
2. Peningkatan
pengetahuan,ketrampilan dan sikap petani alpukat melalui program SL-PHT/
SL-GAP.
3.
Pengadaan
bibit alpukat unggul dan bermutu.
4.
Bantuan
teknis sertifikasi pohon alpukat milik petani.
5. Koordinasi
dengan dinas terkait di tingkat atas dan bawah.
|
DAFTAR PUSTAKA
1) Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi
(1978). "Pedoman penanaman jenis
tanaman hortikultura dan rerumputan".
Jakarta: Direktorat Reboisasi dan
Rehabilitasi, Departemen pertanian.
2) Hodson, R.W. (1950). "The avocado a
gift from the middle Americas".
Economic Botany, (4) hal. 253
3) Indriani, Y. Hetty; Suminarsih, Emi (1997). "Alpukat". Jakarta: Penebar Swadaya.96 hal.
4) Kalie, Moehd. Baga (1997). "Alpukat: budidaya dan
pemanfaatannya". Yogyakarta:
Kanisius. 112 hal.
5) Lawrence,
G.H.M. (1951). "Taxonomy of vasculer plants" New York: The Mac Millan
Company. 512 hal.
6) Mardisiswojo, S.; Mangunsudarso, H.R.
(1968). "Cabe
puyang warisan nenek moyang" jilid III, Jakarta: Karya Wreda. Hal. 24.
7) Ochse,
J.J. (1931). "Fruit an fruits culture in the Dutch East
Indies". Batavia: G. Kolff and Co. 55 hal.
8) Ochse,
J.J. (1961). "Tropical and subtropicak agriculture". Vol. I. New York : TheMac Millan Company, 617 hal.
9) Palmer,
D.F. (1937). "Avocado fertilization. Cal. Avocado Ass'n. 20th ed., Coit, J.E. (ed.), Year Book. 235 hal.
10) Purseglove,
J.W. (1974). "Tropical crops dicotyledons". London:
Longman. 192 hal.
11) Rismunandar
(1981). "Memperbaiki lingkungan dengan bercocok tanam jambu mede dan alpukat". Bandung: Sinar
Baru 39 hal.
12) Sunaryo, H.;
Rismunandar (1981). "Pengantar pengetahuan dasar hortikultura". I.
Bandung: Sinar Baru. 31 hal.
13) Supriyanto,
Arry (1989). "Bibit alpukat sambung dini." Trubus, (Nov.) hal. 192.
14) Tohir, K.A.
(1978). "Tropical
agriculture. The climate, soils, cultural methods, crops, live stock, commercial importance and
opportunities of tropics". New
York: D. Appleton and company, 112 hal.
15) Wirasmanto (1971). "Penggunaan
alpukat". Warta Pertanian (10) hal. 19.
16) Zentmeyer,
G.A. (1953). "Diseases of the avocado". Dalam: The year book of
agriculture United States Departement of Agriculture, Washington, D.C.,
hal. 875
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon konfermasi balik....dari anda terhormat. Biar tampilan lebih baik.