BIOEKOLOGI
BURUNG HANTU
(TYTO ALBA)
SEBAGAI
PREDATOR TIKUS
Oleh :
ANANG BUDI PRASETYO,SP
BPP KECAMATAN GADING
KABUPATEN PROBOLINGGO
Tikus
sawah (Rattus rattus argentiventer) merupakan hama yang dapat menimbulkan
kerugian bagi tanaman pertanian, yang dapat menyerang tanaman padi, jagung,
kedelai, ka cang tanah dan ubi-ubian. Perkembangbiakan tikus sangat cepat,
sehingga perlu dikendalikan dengan mengikuti konsep PHT, Salah satu cara
mengendalikan tikus adalah menggunakan mu suh alami (biologis).
Selain
ular, musuh alami tikus adalah burung hantu T. alba yang daerah penyebarannya
luas Burung ini digunakan sebagai predator., karena burung hantu sebagai burung
pemangsa (rapeor) yang berburu hewan lain untuk makanannya.Burung ini dapat
beradaptasi khusus (unik), membuatnya berbeda dengan mahluk yang lain.
Mempunyai kemampuan visual yang luar biasa, pendengaran yang tajam, kemampuan
terbang dengan senyap, mempunyai cakar dan paruh burung ini dapat bertelur 2 –
3 kali setahun,sekali bertelur 6 – 12 butir. Baik digunakan sebagai musuh alami
tikus, karena cepat berkembang biak.
Burung hantu
termasuk spesies burung nokturnal, yang beraktivitas pada malam hari,
penglihatannya sangat tajam, dimana dapat melihat mangsanya dari jarak jauh.
Memiliki pendengaran sangat tajam dan mampu mendengar suara tikus dari jarak
500 m. Hidupnya berkelompok dan cepat berkembang biak. Induknya mampu bertelur
2 – 3 kali setahun. Sekali bertelur bias mencapai 6 – 12 butir dengan masa
mengeram selama 27 – 30 hari (Agus Mulyono, 2010). Bentuk telur bulat, berwarna
putih, berukuran panjang 38 – 46 mm, dan lebar 30 – 35 mm. (Saniscara, 2008).
Burung hantu
Tyto alba merupakan salah satu predator yang potensial karena spesies ini
memiliki kelebihan dibandingkan dengan spesies lain yaitu ukuran tubuh yang
relatif lebih besar , memiliki kemampuan membunuh dan memangsa tikus cukup
baik, mudah beradaptasi dengan lingkungan baru dan cepat berkembang biak.
BIOEKOLOGI, CIRI-CIRI UMUM, TAHAP
PERKEMBANGBIAKAN DAN TINGKAH LAKU BURUNG HANTU
Bioekologi burung hantu, ciri-ciri umumnya yang
dapat dilihat dialam bebas, cara dan proses perkembangbiakan dan tingkah laku
dalam hubungannya dan interaksi dengan alam dan mangsa utama dan mangsa lain
(non utama) seperti serangga dan sebagainya adalah sebagai berikut:
Bioekologi burung hantu
Bioekologi Burung Hantu (Tyto alba) Burung hantu
dapat hidup tersebar luas hampir diseluruh dunia (warna hijau), tetapi tidak
terdapat di Antartika dan bahkan hampir di seluruh bagian dunia. Burung Serak
Jawa (Tyto alba) pertama kali dideskripsikan oleh Giovani Soopolli tahun 1769,
nama alba berkaitan dengan warnanya yang putih (Lewis, 1998). T. alba termasuk
family Tytonidae.
Warna bulu sayap atas dan
punggung abu-abu agak kuning. Sayap bawah dan dada sampai perut warna putih
berbintik hitam. T. alba betina bulu leher depan berwarna kuning berbintik
hitam, dan yang jantan warnanya putih berbintik hitam. Bola matanya hitam,
tajam, keduanya menghadap kedepan dan dibawahnya terdapat paruh yang ujungnya bengkok
keba wah, tajam dan kokoh. Kaki berbulu dengan empat jari dan mempunyai kuku
yang tajam. Bobot dewasa 450 – 600 g, tinggi badan 23 – 30 cm dengan rentang
sayap kanan 33,5 cm, se dangkan rentang sayap kiri 33 cm. Panjang kaki 11,45
cm, panjang tubuh 30,75 cm. Diame ter kaki 1,14 cm, dan panjang ekor 10,85 cm.
Tyto alba betina lebih berat daripada yang jantan (Sujatmiko, 2010).
Tahap Perkembangbiakan T. alba T. alba
ditempatkan sepasang atau beberapa pasang dalam sarang buatan. Sarang buatan
diperlukan karena burung hantu bukan tipe burung pem buat sarang. 7 hari
setelah penetasan telur pertama anak burung dapat memuntahkan sisa maka nan
yang tidak tercerna, tetapi belum berbentuk pellet. Pada 8 hari mata mulai
terbuka, pada hari ke 10 anak burung mulai mengeluarkan faeces, pada hari ke 11
induk betina mulai jarang mengerami anaknya dan induk mulai berburu makan untuk
anak dan dirinya, pada hari ke 14 anak burung dapat menelan mangsa secara utuh
(tanpa bantuan pengunyahan induknya), pada hari ke 15 anak burung mulai
mengeksplorasi sekitar sarang, pada hari ke 21 anak tertua sudah berumur
berumur 3 – 4 minggu, induk betina berhenti mengerami, mengunjungi sarang hanya
untuk memberi makan.
Selanjutnya pada hari 35 – 42 anak burung mulai
melatih sayapnya dan berjalan keluar dari sarang, kadang- kadang anak burung
yang tertua memangsa anakan yang muda (melaku kan kanibalisme), pada hari ke 49
– 56 anak burung tertua meninggalkan sarang. Induk te tap memberi makan
anak-anaknya baik di luar maupun di dalam sarang sampai semua keturunan nya
mampu terbang. Pada hari ke 60 anak yang baru sudah bisa terbang dan mulai
bermain dengan mangsa seperti serangga. Pada hari ke 72 anak burung mulai
menangkap mangsa sendi ri dari ketinggian, pada 78 hari anak burung mulai meninggalkan
sarang dan membentuk terito ri sendiri dan setelah cukup berumur 10 – 18 bulan
seluruh anggota keluarga burung sudah mu lai mampu berkembang biak (Saniscara,
2008).
Cara Berburu Mangsa Tyto alba Burung hantu
T. alba merupakan burung pemangsa (raptor), yang
berburu hewan lain untuk makanan nya.Burung dewasa berburu sesaat setelah
senja, dan perburuan berikutnya sekitar 2 jam men jelang fajar Namun jika
sedang membesarkan anak , akan aktif berburu sepanjang malam. Sangat jarang
dijumpai berburu pada siang hari. Jika terjadi perburuan di siang hari, bisa
didu ga burung tersebut sedang mengalami kelaparan. Burung hantu aktif pada
malam hari, karena nya ia memiliki system pendengaran yang baik, dan wajah
cakram yang sangat terbuka, yang berlaku sebagai radar. Paruhnya mengarah lurus
ke bawah, meningkatkan luas permukaan se hingga gelombang suara dapat
dikumpulkan oleh cakram wajah sehingga memungkinkan un tuk mendengar suara yang
sangat pelan sekalipun dari mangsa di dalam vegetasi. Sekali me ngetahui arah
korbannya, ia akan terbang menghampiri, menjaga kepalanya segaris dengan arah
suara. Jika mangsa bergerak, burung akan mampu mengoreksi di tengah
penerbangan. Saat sekitar 60 cm dari mangsa, burung akan memajukan kakinya ke
depan dan cakarnya di bentangkan membentuk pola oval.. Sesaat sebelum menyerang
, akan menghentakkan ka kinya melewati mukanya dan seringkali dekat matanya
sebelum membunuh (Saniscara, 2008).
Setiap ekor burung akan memakan 2 – 3 ekor per hari, dengan jangkauan
terbang hingga 12 km. Pada tahun 2004, Dinas Pertanian Jatim mencatat
sedikitnya 46 ha lebih lahan sawah yang rusak akibat serangan tikus. Jumlah ini
mengalami penurunan setelah mendapat bantuan bu rung hantu hingga menjadi 19 ha
pada tahun 2005 (Warsono, 2007). Pada perkebunan kelapa sawit dengan memelihara
burung hantu dapat menurunkan serangan tikus dari 20 – 30% men jadi 5%. Ambang
kritis serangan tikus di perkebunan kelapa sawit adalah 10%. Sepasang T, alba
di dalam sangkar mampu memangsa 3650 ekor tikus per tahun, dan seekor burung
hantu mampu memangsa tikus 2 – 5 ekor per hari (Erik, 2008).KESIMPULAN
Dengan memelihara burung hantu dalam sangkar dapat mengurangi serangan
tikus, baik diper sawahan maupun di perkebunan kelapa sawit. T. alba cepat
berkembang biak, mampu bertelur 2 – 3 kali setahun, kemudian menjadi dewasa
setelah berumur 8 bulan. Burung hantu T. alba dapat merupakan predator tikus
yang sangat potensial, mampu menurunkan kerusakan pada tanaman muda kelapa
sawit dari 20 – 30% menjadi 5%. Seekor burung mampu memangsa 2 – 5 ekor tikus
per malam.
Sumber tulisan:
Surtikanti, Peneliti pada Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros
Seminar dan Pertemuan Tahunan XXI PEI, PFI Komda Sulawesi Selatan dan Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tanggal 7 Juni 2011.
Foto: bahasajepun.com
Info nya menarik gan
BalasHapuskalo boleh saya kasih saran, lebih baik gadgetnya seperlunya aja agar nge-load blog agan menjadi lebih ringan ^_^