HUBUNGAN ANTARA PERAN PENYULUH DAN
ADOPSI TEKNOLOGI OLEH PETANI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI PADI
DI BALAI PENYULUHAN KECAMATAN GADING
KABUPATEN
PROBOLINGGO
Oleh : ANANG BUDI
PRASETYO,SP
ABSTRAK
Saat ini sentra pengembangan produksi
padi masih terfokus pada daerah – daerah sentra padi, namun ke depan ada
pemikiran untuk mengembangkan peningkatan produksi padi di semua desa yang
mempunyai lahan sawah baik yang beririgasi teknis, setengah teknis maupun
irigasi sederhana, diantaranya adalah di wilayah binaan penyuluh pertanian baik
yang PNS maupun Tenaga Harian Lepas – Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (
THL-TBPP ). Dalam pelaksanaan tugas,
penyuluh pertanian di Kecamatan Gading dihadapkan pada masalah kelembagaan, karena
selama ini program peningkatan produksi padi masih ditangani oleh Dinas Pertanian Kabupaten Probolinggo. Tujuan yang ingin diperoleh dari penelitian
ini adalah: (1) Mengetahui hubungan antara peran penyuluh dengan peningkatan
produksi padi, (2) Mengetahui hubungan antara adopsi teknologi oleh petani dengan peningkatan
produksi padi, dan (3) Mengetahui peran penyuluh dan adopsi teknologi oleh petani dalam peningkatan
produksi padi. Penelitian ini dilaksanakan pada
Bulan Januari sampai dengan Mei
2013 di Wilayah administratif Kecamatan Gading. Populasi dari penelitian ini
adalah petani padi yang telah berusaha tani minimal 2 tahun di Kecamatan
Gading. Sampel penelitian adalah petani
padi sebanyak 30 orang yang
dipilih berdasarkan snowball sampling.
Variabel dan Indikator Penelitian adalah peran penyuluh (X1), adopsi teknologi
oleh petani (X2) dan Peningkatan produksi (Y). Untuk analisis, dilakukan uji
korelasi dan regresi terhadap variabel tersebut. Hasil yang diperoleh dari
penelitian ini adalah: (1) Peran
penyuluh di Kabupaten Tasikmalaya tidak berkontribusi dan tidak berpengaruh
terhadap peningkatan produksi padi (2) Adopsi teknologi oleh petani di
Kecamatan Gading tidak berpengaruh terhadap peningkatan produksi padi, dan
(3) Peran penyuluh dan adopsi teknologi di Kecamatan Gading secara
bersama-sama bersinergi meningkatkan produksi padi.
Kata kunci: Peran penyuluh, adopsi teknologi, produksi padi,
Kecamatan Gading
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Beras merupakan komoditas politik yang
sangat strategis karena merupakan bahan pangan pokok bagi lebih dari 95 persen
penduduk Indonesia, usahatani padi merupakan penyedia lapangan pekerjaan dan
sebagai sumber pendapatan bagi sekitar 21 juta rumah tangga pertanian dan menjadi
tolok ukur ketersediaan pangan bagi Indonesia (Suryana, 2002 dalam Dewa, 2007). Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika
campur tangan pemerintah Indonesia
sangat besar dalam upaya peningkatan produksi beras. Berbagai kebijakan
untuk meningkatkan produksi padi telah dilakukan oleh pemerintah, diantaranya
adalah Program Peningkatan Produksi
Beras Nasional (P2BN) yang bertujuan untuk menjadikan Indonesia mampu
berwasembada beras.
Berbagai sumber menyebutkan bahwa pada tahun 1984 melalui program bimbingan massal (BIMAS),
penyuluh pertanian memiliki peran yang sangat penting untuk
menjadikan Indonesia berswasembada beras. Sejak awal tahun 1970-an para
petugas penyuluh dalam berbagai level bahu membahu memberikan bimbingan teknis
(know-how) kepada petani di desa-desa untuk mempraktekan budidaya padi terpadu
yang dikenal dengan “panca usaha tani.”
Dengan dukungan politik dan finansial yang sangat baik, petugas penyuluh dapat
menjalankan fungsinya dengan lancar. Sistem penyuluhan latihan dan kunjungan
(training and visit) yang diadopsi dari
model Bank Dunia-FAO juga dapat dikembangkan dengan sangat efektif.
Saat ini sentra pengembangan produksi
padi masih terfokus pada sentra- sentra produksi padi, namun ke depan ada pemikiran untuk mengembangkan
peningkatan produksi padi di Kecamatan
Gading.Saat ini sentra pengembangan produksi padi di sentra-sentra produksi
padi, namun ke depan ada pemikiran untuk
mengembangkan peningkatan produksi padi
di Kecamatan Gading, diantaranya adalah di seluruh desa se wilayah Kecamatan
Gading . Petugas yang berhubungan langsung
dengan petani dalam menyukseskan program ini adalah penyuluh pertanian. Dalam pelaksanaan tugas penyuluh pertanian
memiliki peran sebagai penasehat, teknisi, penghubung, organisatoris dan agen
pembaharu yang langsung membina petani di lahan usahataninya. Dalam pelaksanaan
tugas, penyuluh pertanian di Kecamatan Gading dihadapkan pada program, karena selama
ini program yang ada masih ditangani oleh Dinas Pertanian Kabupaten Probolinggo
. Sistem kelembagaan yang belum tertata sangat berpengaruh terhadap sistem kerja penyuluh pertanian., diantaranya
adalah di Kecamatan Gading. Petugas yang
berhubungan langsung dengan petani dalam menyukseskan program ini adalah
penyuluh pertanian. Dalam pelaksanaan
tugas penyuluh pertanian memiliki peran sebagai penasehat, teknisi, penghubung,
organisatoris dan agen pembaharu yang langsung membina petani di lahan
usahataninya. Dalam pelaksanaan tugas, penyuluh pertanian di Kecamatan Gading
dihadapkan pada masalah program , karena program yang dikucurkan masih
ditangani oleh Dinas Pertanian dan Dinas
Peternakan. Sistem kelembagaan yang
belum tertata sangat berpengaruh terhadap
sistem kerja penyuluh pertanian.
Selain dari sistem kelembagaan, dalam
proses penyuluhan pertanian, diharapkan terjadi penerimaan sesuatu yang baru oleh petani yang
disebut adopsi. Penerimaan di sini mengandung arti tidak sekedar tahu, tetapi
sampai benar-benar dapat melaksanakan
atau menerapkan dengan benar serta menghayatinya dalam usahatani padi.
Adopsi teknologi oleh petani dilakukan melalui tahap: mengetahui,
memperhatikan, menilai, mencoba dan menerapkan.
Jika teknologi produksi padi yang diajarkan penyuluh dapat diterapkan
oleh petani maka akan terjadi peningkatan produksi padi.
Penelitian ini diharapkan dapat
membuktikan bahwa terdapat hubungan antara peran penyuluh pertanian dan adopsi
teknologi dengan peningkatan produksi padi.
1.2. Perumusan Masalah
1. Apakah terdapat hubungan antara
peran penyuluh dengan peningkatan
produksi padi?
2. Apakah terdapat hubungan antara
peran penyuluh dengan peningkatan
produksi padi?
3. Bagaimanakah peran penyuluh dan
adopsi teknologi oleh petani dalam peningkatan produksi padi?
1.3. Tujuan
Tujuan
Tujuan yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui
hubungan antara peran penyuluh dengan
peningkatan produksi padi.
2. Mengetahui
hubungan antara adopsi teknologi oleh
petani dengan peningkatan produksi padi.
3. Mengetahui peran
penyuluh dan adopsi teknologi oleh petani dalam peningkatan produksi
padi.
1.4. Kerangka
Pemikiran
1. Peran
Penyuluh terhadap peningkatan produksi padi adalah sebagai
- Penasehat
- Teknisi
- Penghubung
- Organisatoris
- Agen Pembaharu
2. Peran
petani dalam tahapan adopsi teknologi produksi padi,diantaranya :
- Mengetahui
- Memperhatikan
- Menilai
- Mencoba
- Menerapkan
II.
METODE
PENELITIAN
2.1.
Waktu
dan Tempat
Penelitian
ini akan dilaksanakan pada bulan Januari
sampai dengan Juli 2013 di Kecamatan Gading Kabupaten Probolinggo
2.2.
Teknik
Pengambilan Data
Sumber
data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Lokasi yang dipilih adalah Kecamatan. Petani yang menjadi responden adalah petani
padi sebanyak 30 orang yang dipilih berdasarkan
snowball sampling. Data sekunder
diperoleh melalui pengumpulan data pada BPS ( Mantri Statistik Kecamatan ),UPTD
Dinas Pertanian, Kelompok Tani
2.3. Variabel dan Indikator Penelitian
1.
Peran penyuluh (X1) yaitu penyuluh sebagai penasehat (advisor), teknisi,
penghubung (middleman), organisatoris dan agen pembaharu (Marzuki, 1994).
2.
Proses adopsi teknologi (X2) merupakan proses perubahan perilaku
melalui tahapan: mengetahui, memperhatikan, menilai, mencoba dan menerapkan
(Samsudin, 1987).
3.
Peningkatan Produksi (Y) merupakan peningkatan produksi padi milik
petani, penanganan panen dan harga jual gabah selama 4 kali panen.
2.4.
Analisis data
Ada beberapa langkah yang dilakukan
untuk menganalisis data, meliputi:
1.
Pengumpulan data dari pengisian kuesioner yang berupa data interval.
2.
Pengujian instrumen dengan tes validitas dan reliabilitas. Uji
validitas telah dilakukan dengan uji Product Moment Corelation. Nomor kuesioner
yang tidak valid tidak dimasukkan dalam analisis selanjutnya. Uji reliabilitas telah dilakukan dengan uji split half. Nilai r>0,6 dari setiap variabel
menunjukan bahwa variabel yang digunakan cukup reliabel.
3.
Uji prasyarat: uji normalitas gallat baku dengan uji lilifors dan homogenitas dengan uji bartlet. Uji ini
telah dilakukan dan diperoleh hasil bahwa data
hasil pengisian kuesioner menyebar normal dan homogen.
4.
Uji regresi dan korelasi:
sebelum melakukan uji regresi dan korelasi, hasil isian kuesioner untuk
setiap pertanyaan dijumlahkan sesuai jumlah responden. Hasil yang diperoleh selanjutnya diuji
regresi dan korelasi untuk mengetahui hubungan dan pengaruh independen variabel terhadap dependen variabel.
III.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1. Karakteristik Responden
Rata-rata umur responden di Wilayah Kecamatan Gading adalah 50,5 tahun dengan kisaran 26 – 70
tahun. Rataan umur tersebut sedikit diatas rataan umur tenaga kerja yang
mendominasi sektor pertanian yang mencapai lebih dari 50 tahun (Kasryno,
1997 dalam Suharyanto, 2001).
Secara umum dapat dilihat bahwa
sebagian besar petani yang menjadi
responden tergolong dalam usia produktif, yaitu mempunyai kisaran umur antara
15-64 tahun. Menurut Soekartawi (1988) bahwa makin muda petani biasanya
mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga
mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya
mereka masih belum berpengalaman dalam soal adopsi inovasi tersebut.
Tingkat pendidikan seseorang dapat
mengubah pola pikir, daya penalaran yang lebih baik, sehingga makin lama
seseorang mengenyam pendidikan akan semakin rasional. Secara umum petani yang
berpendidikan tinggi akan lebih baik cara berfikirnya, sehingga memungkinkan
mereka bertindak lebih rasional dalam mengelola usahataninya. Sebagaimana
dinyatakan Soekartawi (1988) bahwa mereka yang berpendidikan tinggi adalah
relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi teknologi. Begitu pula
sebaliknya, mereka yang berpendidikan
rendah agak sulit untuk melaksanakan adopsi inovasi dengan cepat.
Tingkat pendidikan responden
bervariasi, sebagian besar responden berpendidikan setingkat SMP yaitu sebesar
44%. Responden yang tidak pernah sekolah yaitu 4%,
berpendidikan setingkat SD yaitu 8%, berpendidikan berpendidikan setingkat SMA
yaitu 28%, dan berpendidikan perguruan tinggi yaitu 16%. Peningkatan
pengetahuan dan ketrampilan petani juga dapat dilakukan melalui kegiatan
pelatihan. Pelatihan tentang padi yang
telah diikuti oleh responden bervariasi antara 2 kali hingga 8 kali, dan
sebagian besar telah mengikuti pelatihan sebanyak 3 kali.
Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh
petani biasanya bersifat turun temurun.
Cara bercocok tanam yang mereka lakukan biasanya mengikuti kebiasaan
yang dilakukan oleh keluarganya.
Pengalaman dalam berusaha tani merupakan guru terbaik dalam menunjang
keberhasilan. Pengalaman responden
sebagai petani bervariasi antara 1 tahun hingga 37 tahun dan rata-rata telah
berusaha tani selama 13,1 tahun. Responden tersebut yang berusahatani kurang dari 10 tahun
sebesar 46%, berusahatani 10-20 tahun sebesar 28,6% dan yang telah berusahatani
lebih dari 20 tahun sebesar 25%.
Responden mempunyai rataan luas lahan garapan 5.330 m2
dengan kisaran antara 1.360 m2
–
2 hektar. Responden dengan luas lahan garapan < 5.000 m2
sebanyak 44%, luas lahan garapan antara 5.000-10.000 m2 sebanyak 37,9% dan di atas 10.000 m2
sebanyak 17,2%. Kegiatan usahatani akan
lebih efisien bila digunakan pada areal pertanaman yang lebih luas, sehingga
akan menghemat biaya produksi. Sebagian besar responden menggunakan irigasi
teknis sebesar 51,9%, irigasi setengah teknis sebesar 33,3% dan irigasi non teknis
sebesar 14,8%.
3.2.
Analisis Deskriptif
3.2.1.
Peran Penyuluh
Peran
utama bagi penyuluh pertanian adalah penyuluh sebagai penasehat/ Advisor,
penyuluh sebagai teknisi, penyuluh sebagai penghubung/middleman, penyuluh
sebagai organisatoris dan penyuluh sebagai agen pembaharuan Marzuki
(1994). Berdasarkan pengisian
kuesioner dapat diketahui bahwa 4 orang atau 13,3% responden menyatakan bahwa
penyuluh hanya kadang-kadang menjalankan perannya, 15 orang atau 50% responden
menyatakan bahwa penyuluh jarang menjalankan perannya dan 11 orang atau 36,7%
responden menyatakan bahwa penyuluh sering menjalankan perannya.
3.2.2.
Adopsi Teknologi
Proses
adopsi teknologi merupakan proses
perubahan perilaku melalui tahapan: mengetahui, memperhatikan, menilai, mencoba
dan menerapkan. Samsudin (1987),
Berdasarkan pengisian kuesioner dapat diketahui bahwa 1 orang
atau 3,3% responden baru pada tahap mengetahui, 1 orang atau 3,3%
responden pada tahap memperhatikan dan 10 orang atau 33,3% responden berada
pada tahap menilai, 11 orang atau 36,7% responden berada pada tahap mencoba,
dan 7 orang atau 23,3% responden berada pada tahap menerapkan dan 10
orang.
3.2.3.
Peningkatan Produksi
Peningkatan
produksi padi didasarkan pada hasil panen, penanganan panen dan harga jual padi
hasil panen selama 2 tahun terakhir.
Dari hasil pengisian kuesioner dapat diketahui bahwa 21 orang atau 70%
responden menyatakan bahwa
peningkatan produksi tetap, dan 9
orang atau 30% responden
mengatakan mengalami sedikit peningkatan produksi.
3.3.
Analisis Statistik
Untuk melakukan analisis data secara
statistik, hasil isian kuesioner untuk setiap pertanyaan dijumlahkan. Hasil penjumlahan tersebut selanjutnya diolah
untuk dianalisis lebih lanjut.
Berdasarkan hasil penjumlahan tersebut, pemusatan data menunjukkan bahwa
untuk peran penyuluh, nilai rata-rata (mean) yang diperoleh sebesar
126,10, dengan nilai tengah (median)
135, dan modus 146. Untuk adopsi
teknologi nilai rata-rata (mean) yang diperoleh sebesar 41,59, dengan nilai tengah
(median) 41 dan modus 47. Sedangkan
untuk peningkatan produksi nilai rata-rata (mean) yang diperoleh sebesar 41,59,
dengan nilai tengah (median) 41, dan
modus 47.
3.4.
Hubungan antara Peran Penyuluh dengan Peningkatan Produksi Padi
Hubungan peran penyuluh dengan
peningkatan produksi padi sangat lemah
(r=0,12) dan nilai koefisien
determinasi (r2) 0,014 atau 1,4%. Hal ini berarti bahwa secara simultan
peran penyuluh hanya memberikan kontribusi sebesar 1,4% terhadap peningkatan
produksi padi, sedangkan sisanya disebabkan oleh faktor-faktor
lain yang tidak dianalisis dalam
model ini. Hasil F hitung (0,396) < F tabel (α 0,05) (3,35), secara statistik berarti bahwa peran
penyuluh tidak berkontribusi terhadap peningkatan produksi padi.
Hasil analisis koefisien regresi
menunjukkan nilai konstanta sebesar 15,5697, dengan t hitung (9,35)> t tabel
(1,70), berarti bahwa secara signifikan koefisien regresi berpengaruh terhadap
peningkatan produksi padi (Y). Dengan
kata lain dapat dikatakan bahwa tanpa
adanya penyuluhan, terjadi peningkatan produksi padi sebesar 15,5697 satuan.
Nilai koefisien peran penyuluh (X1) sebesar 0,0083 dengan t hitung (0,63)< t tabel (1,70),
berarti secara statistik peran penyuluh tidak berpengaruh terhadap produksi
padi.
Produksi padi responden sebagian besar
tetap selama kurun waktu dua tahun (2010-2012) meskipun penyuluh pertanian
telah menjalankan perannya. Adanya
serangan hama tikus yang menyerang hampir setiap tahun merupakan masalah yang
dihadapi petani. Penyuluh maupun dinas
pertanian hingga saat ini belum memberikan solusi terdapat serangan tersebut,
dan yang sudah dilakukan hanya pada pemusnahan tikus yang tertangkap. Masalah
hama ini bukan hanya masalah di Kecamatan Gading, tetapi juga menjadi salah
satu masalah dalam pengembangan produksi padi nasional (BPS, 2008). Petani padi
di Kecamatan Gading tidak dapat meningkatkan produksi padi melalui penanganan
pasca panen, karena mereka biasa menjual gabah di lahan usahatani setelah
panen. Harga gabah juga sangat tergantung pada pedagang, sehingga petani kurang
bersemangat untuk meningkatkan kualitas
usahataninya.
Saat ini, jika dianalisis lebih mendalam,
peran penyuluh lebih ditekankan kepada
pemantapan kelembagaan kelompok tani, seperti peningkatan klas kelompok,
penyusunan RDK/RDKK dan pembentukan Gapoktan. Sedangkan materi usahatani tidak
terlalu diberikan dan petani cenderung berusahatani sesuai dengan kebiasaan
masyarakat. Padahal keberhasilan BIMAS
pada masa lalu sangat dipengaruhi oleh bimbingan teknis penyuluh kepada petani
tentang panca usahatani. Selain itu kompetensi penyuluh yang telah bergeser
dari monovalen (misalnya tanaman pangan)
menjadi polivalen menyebabkan kinerja penyuluh pertanian seakan tidak
berpola.
3.5.
Hubungan antara Adopsi Teknologi oleh Petani dengan Peningkatan Produksi Padi
Hubungan adopsi teknologi dengan
peningkatan produksi padi cukup kuat
(r=0,38) dan koefisien determinasi
(r2) sebesar 0,136 atau 13,6%. Hal ini berarti bahwa secara simultan
peran penyuluh hanya memberikan kontribusi sebesar 13,6% terhadap peningkatan
produksi padi, sedangkan sisanya disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak
dianalisis dalam model ini. Hasil F hitung (0,53)< F tabel (α 0,05) (3,49), secara statistik berarti bahwa
adopsi teknologi oleh petani tidak berkontribusi terhadap peningkatan
produksi padi. Hasil analisis koefisien
regresi menunjukkan nilai konstanta sebesar 15,5252 dengan t hitung (10,28)<
t tabel (1,70), berarti bahwa adopsi
teknologi tidak berpengaruh terhadap
peningkatan produksi padi (Y).
Nilai koefisien adopsi teknologi (X2) sebesar 0,0258 dengan t hitung
(0,73)< t tabel (1,70), secara statistik juga berarti peran penyuluh tidak
berpengaruh terhadap produksi padi.
Berdasarkan hasil analisis korelasi dan
regresi tersebut dapat diketahui bahwa adopsi teknologi oleh petani tidak berpengaruh
terhadap peningkatan produksi padi.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya
bahwa adopsi mengandung pengertian
bahwa petani mampu menerapkan dan menghayati dalam kehidupan usahataninya. Ternyata hasil analisis menunjukkan bahwa
adopsi teknologi yang dilakukan oleh petani dari penyuluh ternyata tidak
meningkatkan produksi padi. Di Kecamatan Gading, keberhasilan dalam
peningkatan produksi lebih disebabkan
oleh faktor dari luar, seperti tidak adanya serangan hama tikus dan harga jual
gabah kering. Meskipun petani telah mengadopsi cara berusahatani dengan baik,
ternyata saat terjadi serangan hama tikus mereka tidak mampu mengatasinya.
Demikian pula tentang harga jual gabah, petani tidak mampu menjadi penentu
harga. Hukum supply demand lebih
berpengaruh, saat panen raya harga cenderung menurun, meskipun padi yang
dihasilkan mempunyai kualitas baik.
3.6.
Hubungan antara Peran Penyuluh dan Adopsi Teknologi oleh Petani dengan
Peningkatan Produksi Padi
Hubungan peran penyuluh dan adopsi
teknologi dengan peningkatan produksi padi
cukup kuat (R=0,4) dan koefisien
determinasi (R2) sebesar 0,166
atau 16,6%. Hal ini berarti bahwa secara
simultan peran penyuluh dan adopsi
teknologi hanya memberikan kontribusi
sebesar 16,6% terhadap peningkatan produksi padi, sedangkan sisanya disebabkan oleh
faktor-faktor lain yang tidak dianalisis dalam model ini. Hasil uji F menunjukkan
bahwa F hitung (0,38)< F tabel (α 0,05) (3,35), secara statistik berarti
bahwa peran penyuluh dan adopsi teknologi oleh petani secara bersama-sama tidak berkontribusi terhadap peningkatan
produksi padi.
Hasil analisis koefisien regresi
menunjukkan nilai konstanta sebesar 14,8161 dengan t hitung (7,12)< t tabel (1,70), berarti
bahwa koefisien regresi berpengaruh terhadap
peningkatan produksi padi (Y).
Nilai koefisien peran penyuluh (X1) sebesar 0,0067 dengan t hitung
(0,50)< t tabel (1,70). Nilai koefisien
adopsi teknologi (X2) sebesar 0,0223 dengan t
hitung (0,62)< t tabel (1,70). Berdasarkan analisis statistik berarti
peran penyuluh maupun adopsi teknologi
tidak berpengaruh terhadap produksi padi.
Berdasarkan nilai koefisien korelasi
peran penyuluh dan adopsi teknologi secara bersama-sama bersinergi meningkatkan
produksi padi. Hal ini dapat diketahui
dari nilai koefisien korelasi peran penyuluh dan adopsi teknologi secara
bersama-sama lebih tinggi dibandingkan nilai masing-masing. Oleh karena itu
untuk meningkatkan produksi padi, maka
peran penyuluh yang telah baik harus diimbangi dengan adanya adopsi
teknologi oleh petani.
Dalam analisis peran penyuluh dan adopsi teknologi secara
parsial maupun bersama-sama menunjukkan bahwa koefisien peran penyuluh memiliki
nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai adopsi teknologi. Hal ini menunjukkan bahwa adopsi petani lebih
berpengaruh dibandingkan dengan peran penyuluh, sehingga dalam pelaksanaan
kegiatan penyuluhan harus benar-benar melihat sampai sejauh mana tingkat adopsi
oleh petani. Jika petani belum sampai
pada tahap menerapkan, maka program peningkatan produksi jangan dulu
dijalankan, agar hasil yang diperoleh lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Swastika, D.K.S., J. Wargiono, Soejitno dan A. Hasanuddin. 2007.
Analisis Kebijakan Peningkatan Produksi Padi melalui Efisiensi
Pemanfaatan Lahan Sawah di Indonesian. Bogor: PSEKP.
Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan
Pertanian. Solo: Sebelas Maret University Press.
Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi
Pertanian. Penerbit Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).
Suharyanto, Destialisma dan I.A. Parwati. 2001. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adopsi
Teknologi Tabela di Provinsi Bali.
Bali: Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP).