PEMETIKAN DAN PASCA PANEN KOPI RAKYAT
By.Anang Budi Prasetyo,SP
Bulan
Juni dan Juli adalah saat panen raya kopi di negeri kita. Kopi yang
dibudidayakan rakyat, sebagian besar merupakan varietas robusta. Varietas ini
toleran tumbuh di dataran rendah (0 m. dpl), sampai ketinggian 1.500 m dpl. Di
dataran rendah dan menengah (0 sd. 700 m. dpl), kadang-kadang ada petani yang
membudidayakan kopi liberika dan ekselsa. Sementara di dataran tinggi ( di atas
700 m. dpl), yang paling banyak dibudidayakan adalah kopi arabika. Sudah sejak
empat tahun terakhir, harga biji kopi mengalami penurunan yang sangat tajam.
Biji kopi arabika kualitas terbaik, masih bisa mencapai Rp 30.000,- per kg.
Namun harga biji kopi robusta kualitas rendah, pernah jatuh ke tingkat Rp 18.000,-
per kg.
Kondisi
demikian sebenarnya tidak perlu terjadi, apabila petani bersedia untuk memanen
serta mengolah buah kopi mereka, hingga menjadi biji kopi bermutu baik. Cara
ini sebenarnya relatif mudah, namun mampu meningkatkan pendapatan petani sampai
dua kali lipat lebih. Di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) atau perkebunan swasta
besar, pemetikan kopi dilakukan selama tiga tahap. Pertama adalah memilih
buah-buah kopi yang sudah merah, dengan menyisakan sebagian besar buah yang
masih berwarna kuning dan hijau. Kedua, dengan memetik sebagian besar buah kopi
yang sudah menjadi merah dan menyisakan sedikit buah kopi yang masih kuning dan
hijau. Panen kedua inilah yang hasilnya paling banyak. Ketiga adalah mengambil
seluruh buah kopi yang masih ada di pohon. Namun kadang-kadang pemilik kebun
"meringkas" pemetikan ini dengan menunggu sebagian besar buah kopi
masak, lalu memetiknya sakaligus. Sortasi buah kopi yang sudah merah, masih
kuning dan hijau, dilakukan setelah dipetik.
Meskipun
panen kopi berlangsung secara bertahap dari bulan Juni sampai dengan September
di setiap tahunnya, dalam praktek pekerjaan itu harus dilakukan dengan sangat
cepat. Sebab buah kopi tidak boleh sampai terlalu masak di pohon hingga
berwarna hitam atau sampai mengering. Karenanya, musim petik kopi di perkebunan
besar sangat banyak menyerap tenaga kerja musiman. Tenaga kerja musiman
(biasanya laki-laki) didatangkan dari kampung-kampung di sekitar kebun. Mereka
menginap di bedeng-bedang darurat yang dibangun di lokasi kebun. Selain
berkerja sebagai buruh pemetik, mereka juga menangani sortasi buah hijau, hijau
kuning, kuning, kuning merah dan merah. Upah yang mereka terima biasanya
berdasarkan pada hasil petikan mereka, dengan pendapatan rata-rata antara Rp
20.000,- sd. Rp 50.000,- per hari dari pukul 06.00 sd. 11.00 dan dari pukul
14.00 sd. 17.00.
Sortasi
menjadi tiga macam: merah, kuning dan hijau ini penting, sebab perlakuan mulai
dari penggilingan buah (pulping), fermentasi, penjemuran dan penyosohan biji)
buah merah, kuning dan hijau berbeda-beda. Kalau penggilingan buah disatukan
maka resikonya buah kopi hijau hancur sampai ke biji-bijinya, kulit buah kuning
masih tetap utuh sementara buah merh hanya hancur kulit buahnya. Dengan
perlakuan yang berbeda, penggilingan buah hijau bisa dilunakkan, hingga kulit
buah pecah namun bijinya tidak hancur. Sebelum digiling, buah kopi perlu
direndam dalam air sambil diaduk-aduk. Buah kopi yang baik akan tenggelam,
sementara buah kopi hampa atau terserang hama bubuk akan mengapung. Hanya buah
yang tenggelam saja yang digiling. Setelah buah digiling, segera dilakukan
fermentasi.
Buah
hijau dan kuning, difermentasi dengan cara kering, yakni hasil gilingan
ditumpuk (digundukkan) di tempat teduh dan ditutup karung atau plastik.
Fermentasi cara basah dilakukan dengan merendam hasil gilingan dalam bak dengan
air mengalir. Perendaman dilakukan selama 12 jam sambil terus diaduk agar pulp
(kulit buah) mengapung dan hanyut, sementara biji kopinya tertinggal di dasar
bak. Fermentasi sederhana, dilakukan dengan perendamam hasil gilingan
dengan air bersih yang terus-menerus mengalir. Bisa juga perendaman dengan air
yang tidak mengalir, namun tiap 1,5 jam, air harus diganti. Keterlambatan
penggantian air, akan mengakibatkan aroma kopi menjadi berubah. Setelah
perendaman dan fermentasi kering selama 12 jam, kopi dijemur di bawah terik
matahari. Hasil perendaman basah sudah berupa biji kopi yang bersih dari pulp,
namun masih tertutup oleh kulit biji dengan warna putih kekuningan. Sementara
hasil fermentasi kering berupa biji yang masih tercampur dengan pulp hingga
warnanya cokelat gelap. Dalam kondisi panas terik optimal, penjemuran dilakukan
selama 3 sd. 6 hari sampai kadar air mencapai 14%.
Untuk
menandai biji kopi yang telah benar-benar kering, bisa dilakukan secara manual
dengan menggigitnya Kalau biji kopi masih bisa digigit dengan meninggalkan
bekas gigitan, berarti masih belum kering. Biji yang sudah benar-benar kering
kalau digigit tidak akan meninggalkan bekas. Cara lain untuk menentukan tingkat
kekeringan adalah dengan manakar hasil jemuran dengan kaleng dan
menimbangnya. Dengan volume yang sama, misalnya satu kaleng penuh, akan
diperoleh bobot berbeda-beda. Perbandingan volume dan bobot inilah yang akan
menentukan kadar air biji kopi. Perbandingan volume dan bobot untuk biji hijau,
hijau kuning, kuning, kuning merah dan merah berbeda-beda. Kalau standar kadar
airnya tercapai, penjemuran dihentikan. Biji hasil fermentasi kering, harus
ditampi untuk menghilangkan pulpnya sebelum disosoh. Sementara hasil fermentasi
basah yang sudah bersih dari pulp, cukup didryer (masuk alat pengering), baru
kemudian disosoh.
Perkebunan
kopi besar, baik PTPN maupun swasta, semuanya memiliki dryer. Biasanya dryer
mereka berbahan bakar kayu. Karena kayu hasil pangkasan tanaman pelindung di
perkebunan kopi maupun kakao sangat melimpah. Meskipun perkebunan besar
memiliki dryer, namun pengeringan dengan sinar matahari mutlak dilakukan, untuk
memperoleh biji kopi kualitas baik. Fungsi pengeringan dengan sinar matahari,
terutama untuk menampilkan biji kopi dengan warna biru keabu-abuan. Tanpa
penjemuran yang baik dengan panas matahari, biji kopi dari buah merah pun akan
berwarna putih. Namun untuk mencapai tingkat kekeringan dengan kadar air 11%,
biji kopi yang telah dikeringkan dengan sinar matahari itu tetap harus didryer.
Setelah kadar airnya benar-benar 11% barulah biji kopi disosoh untuk membuang
kulit biji serta kulit arinya. Yang dimaksud kulit biji adalah lapisan keras
transparan (mirip kertas kalkir) yang melindungi biji kopi. Sementara kulit ari
adalah lapisan tipis dan lunak berwarna hijau di bagian luar biji. Dua macam
lapisan ini harus dibuang, hingga diperoleh biji kopi berwarna biru
keabu-abuan.
Ketika
harga kopi jatuh sampai ke tingkat terendah tahun 2002, maka perkebunan besar
menahan biji kopi mereka, terutama biji kopi robusta. Sebab harga kopi arabika
masih relatif baik. Caranya, mereka menyimpan biji kopi robusta ini ketika
sudah didryer, namun belum disosoh. Mereka hanya menyosoh sedikit-demi sedikit
dan kemudian menyortir secara manual untuk dikemas sesuai dengan kebutuhan
pasar. Proses penyosohan, sortasi dan pengemasan di hampir semua perkebunan
besar, memang dilakukan secara bertahap. Beda dengan proses panen, pulping,
fermentasi dan penjemuran serta drying yang harus dilakukan serentak, kalau
perlu dengan cara shift siang malam. Sebab pekerjaan dari panen sampai ke
drying, memang harus dilakukan secepat mungkin selama musim panen dari Juni sd.
September. Namun penyosohan, sortasi dan packing bisa dilakukan secara
bertahap. Perkebunan besar melakukan hal ini dengan dua alasan. Pertama, karena
proses tahap akhir ini memang tidak memerlukan waktu terburu-buru hingga bisa
disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Kedua, proses yang memerlukan banyak tenaga
kerja wanita ini memang perlu dilaksanakan sepanjang tahun untuk memberi
pekerjaan pada buruh perempuan di lingkungan perkebunan.
Biji
kopi dari perkebunan rakyat yang mutunya rendah, diperoleh dari cara panen yang
tercampur antara buah hijau, hijau kuning, kuning, kuning merah dan merah.
Biasanya, prosentase buah merahnya hanya sekitar 50%. Buah kopi ini ada yang
langsung dipulping dan dijemur, tetapi ada pula yang langsung dijemur tanpa
dipulping. Buah kopi yang dipulping langsung dijemur, kualitasnya juga kurang
baik karena tanpa melalui fermentasi. Fermentasi yang dilakukan oleh petani,
biasanya secara tidak sengaja. Kopi yang dipanen pagi tadi, digiling siang
sampai sore hari dan ditumpuk karena baru akan dijemur pada pagi harinya.
Penumpukan sampai 12 jam inilah yang merupakan fermentasi tanpa sengaja. Petani
hampir tidak pernah melakukan fermentasi basah. Padahal, cara ini juga bisa
dilakukan dengan sederhana, yakni dengan merendam kopi hasil pulping dalam bak
atau wadah lain, dan airnya terus menerus diganti tiap 1,5 jam. Jadi selama 12
jam proses fermentasi, dilakukan penggantian air sampai 8 kali. Kecuali air
dalam bak tersebut bisa dibiarkan mengalir terus sepanjang waktu fermentasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon konfermasi balik....dari anda terhormat. Biar tampilan lebih baik.