HAMA KUMBANG BUBUK
Sitophilus
zeamais (Motsch)
Oleh : Anang
Budi Prasetyo,SP
I. Bio ekologi
S. zeamais
Motsch, dikenal sebagai dengan
maize weevil atau kumbang bubuk,
mengalami metamorfosis sempurna dan merupakan serangga yang bersifat polifag,
selain menyerang jagung, juga beras, gandum, kacang tanah, kacang kapri, kedelai, kelapa,
dan jambu mete (Cotton 1963, Kranz et
al. 1980). S. zeamais lebih menyukai jagung dan beras
(Haines 1991; Kalshoven 1981).
Hama tersebut merusak biji jagung dalam penyimpanan
dan juga menyerang tongkol jagung di pertanaman. Kumbang mempunyai spot lebih
terang pada permukaan sayap (Vera and Burkholder 1995). Kumbang meletakkan telur
satu per satu pada lubang gerekan, kemudian lubang ditutup kembali dengan zat
seperti gelatin yang berfungsi sebagai sumbat telur atau egg plug (Haines 1991). Keperidian imago
berkisar antara 300-400 butir telur; stadia telur kurang lebih 6 hari pada suhu
250 C (Subramanyam and Hagstrum 1995, Granados 2000). Telur menetas menjadi larva, kemudian
menggerek biji dan hidup dalam liang gerek yang semakin besar, sesuai dengan
perkembangan larvanya. Larva terdiri atas empat instar, dengan umur kurang lebih
20 hari pada suhu 250 C dan kelembaban nisbi 70%. Pupa terbentuk di dalam
biji dengan cara membentuk ruang pupa dengan mengekskresikan cairan pada
dinding liang gerek (Subramanyam and Hagstrum 1995). Stadium pupa berkisar
antara 5-8 hari (Bergvinson 2002). Imago yang
terbentuk berada di dalam biji selama beberapa hari
sebelum membuat lubang keluar dengan mulut melalui perikarp. Siklus hidupnya
berkisar antara 30-45 hari pada kondisi suhu optimum 290 C, kadar
air biji 14% dan kelembaban nisbi 70%. Perkembangan populasi sangat cepat bila
kadar air bahan pada saat disimpan di atas 15%. Pada populasi yang tinggi,
kumbang bubuk cenderung berpencar (Kalshoven 1981). Imago dapat bertahan hidup
cukup lama yaitu 3-5 bulan jika tersedia makanan dan sekitar 36 hari tanpa makan
(Haines 1991).
II. CARA PENGENDALIAN
a. Pengelolaan tanaman.
Serangan di lapang dapat terjadi jika tongkol terbuka.Pengelola
tanaman untuk meminimalkan serangan hama, terutama penggerek batang dan
penggerek tongkol, dapat mengurangi serangan kumbang bubuk di lapang. Tanaman yang kekeringan dan dengan pemberian
pupuk dengan takaran rendah mudah terinfeksi busuk tongkol, sehingga mudah pula
terserang hama kumbang bubuk. Panen yang tepat pada saat jagung mencapai masak
fisiologis yang ditandai oleh adanya lapisan hitam pada ujung biji bagian dalam
dapat mengurangi serangan kumbang bubuk. Panen yang tertunda dapat menyebabkan
meningkatnya kerusakan biji di penyimpanan (Tandiabang et al . 1996).
b. Varietas tanaman.
Penggunaan varietas yang mengandung asam fenolat tinggi
dan asam amino rendah dapat menekan perkembangan kumbang bubuk. Galur yang
relatif tinggi kandungan asam fenolat dan asam aminonya antara lain adalah
ACROSS 8762, S99 TL WQ (F/D), S99 TL YQ-A, dan TOMEGIUM (Tenrirawe 2004).
Varietas yang mempunyai penutupan kelobot yang baik disukai oleh petani yang
menyimpan jagungnya dalam bentuk kelobot, karena dapat memperlambat serangan
hama kumbang bubuk. Varietas tahan masih dalam tahap penelitian dan perakitan
di CIMMYT, Meksiko. Mekanisme ketahanannya sudah diketahui, yaitu mempunyai kekerasan
biji dan tingginya kandungan asam ferulik atau asam fenolat (Bergvinson 2002).
c. Kebersihan dan pengelolaan gudang.
Kebanyakan hama gudang cenderung bersembunyi atau melakukan
hibernasi pada saat gudang kosong. Oleh karena itu, pengendalian hama di dalam
gudang difokuskan pada kebersihan gudang. Higienis adalah aspek penting dalam
strategi pengendalian terpadu, yang bertujuan untuk mengeliminasi populasi serangga
yang dapat terbawa pada penyimpanan berikutnya.
Taktik yang digunakan termasuk membersihkan semua struktur gudang dan
membakar semua biji yang terkontaminasi dan membuang dari gudang. Karung-karung
bekas yang masih berisi sisa biji harus dibuang. Semua struktur gudang harus
diperbaiki, termasuk dinding yang retak-retak di mana serangga dapat bersembunyi,
dan memberi perlakuan insektisida pada dinding maupun plafon gudang. Semua
kegiatan ini harus diselesaikan dua minggu sebelum penyimpanan jagung.
d. Persiapan biji jagung yang disimpan.
Parameter penting yang dapat mempengaruhi kualitas
biji, adalah kadar air biji. Kadar air biji
<12% dapat menghambat perkembangan kumbang bubuk. Pada kadar air 8%,
kumbang bubuk tidak dapat merusak biji (Bergvinson 2002). Populasi kumbang
bubuk meningkat pada kadar air biji 15% atau lebih.
1. Pengendalian secara fisik dan mekanis.
Lingkungan perlu dimanipulasi secara fisik agar tidak
terjadi pertambahan populasi serangga. Pada suhu lebih rendah dari 50
C dan di atas 350 C, perkembangan serangga akan berhenti. Penjemuran
dapat menghambat perkembangan kumbang bubuk (Paul and Muir 1995). Sortasi
dengan memisahkan biji rusak yang terinfeksi oleh serangga dengan biji sehat
(utuh) termasuk cara untuk menekan perkembangan serangga.
1) Bahan nabati .
Bahan nabati yang digunakan untuk melindungi biji di penyimpanan
bervariasi, bergantung pada daerah dan masyarakatnya serta ketersediaan tanaman
dan metode penyediaannya. Bahan nabati yang dapat digunakan yaitu daun Annona
sp., Hyptis spricigera, Lantana
camara (Bergvinson 2002), daun Ageratum conyzoides, dan
Chromolaena odorata (Bouda et
al. 2001), akar Khaya senegelensis, Acorus calamus, bunga Pyrethrum sp.,
Capsicum sp., dan tepung
biji Annona sp. dan
Melia sp. (Bergvinson 2002).
2) Pengendalian hayati .
Pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami
dimaksudkan untuk menurunkan atau menekan populasi hama. Penggunaan agensi
patogen dapat mengendalikan kumbang bubuk.
Aplikasi Beauveria bassiana pada konsentrasi 109 konidia/ml dengan
takaran 20 ml/kg biji dapat membunuh 50% kumbang bubuk (Hidalgo et al.
1998). Penggunaan parasitoid
Anisopteromalus calandrae (Howard) juga mampu menekan perkembangan
kumbang bubuk (Brower et al. 1995; Haines 1991).
3) Fumigasi .
Fumigan merupakan senyawa kimia, yang dalam suhu dantekanan
tertentu berbentuk gas, dapat membunuh serangga/hama melaluisistem pernafasan.
Fumigasi dapat dilakukan pada tumpukan komoditas,kemudian ditutup rapat dengan
lembaran plastik. Fumigasi dapat puladilakukan pada penyimpanan sistem kedap
udara, seperti penyimpanan dalam silo dengan menggunakan kaleng yang dibuat
kedap udara atau pengemasan dengan menggunakan jerigen plastik, botol yang
diisi sampai penuh kemudian mulut botol atau jerigen dilapisi dengan parafin
untuk penyimpanan skala kecil. Jenis fumigan yang paling banyak digunakan
adalah phospine ( PH3 ) dan methyl bromida (CH3 Br)
(Anonim 2000, Subramanyam and Hagstrum 1995).