FALSAFAH
PENYULUHAN DAN PARADIGMA PENYULUHAN
Oleh
: Anang Budi Prasetyo,SP
1.1 Falsafah
Penyuluhan
Dahama dan Bhatnagar (Mardikanto, 1993) mengartikan
falsafah sebagai landasan pemikiran yang bersumber kepada kebijakan moral
tentang segala sesuatu yang akan dan harus diterapkan di dalam praktek.
Falsafah berarti pandangan, yang akan dan harus diterapkan. Falsafah penyuluhan
berpijak pada pentingnya pengembangan individu dalam menumbuhkan masyarakat dan
bangsa.
Paulian (1987) menyatakan falsafah penyuluhan
pertanian diantaranya adalah : Pertama, Belajar dengan mengerjakan
sendiri adalah efektif; apa yang dikerjakan atau dialami sendiri akan berkesan
dan melekat pada diri petani atau nelayan dan menjadi kebiasaan baru. Kedua,
Belajar melalui pemecahan masalah yang dihadapi adalah praktis; kebiasaan
mencari kemungkinan-kemungkinan yang lebih baik dan menjadikan petani
seseorang yang berprakarsa dan berswadaya. Ketiga, Berperanan dalam
kegiatan-kegiatan menimbulkan kepercayaan akan kemampuan diri
sendiri, program pertanian untuk petani atau nelayan dan oleh petani atau
nelayan akan menimbulkan partisipasi masyarakat tani atau nelayan yang wajar.
Berikut ini merupakan 11 Falsafah Penyuluh Pertanian
menurut EINSMINGER (1962) :
1.
Penyuluhan adalah proses pendidikan yang
bertujuan untuk mengubah pengetahuan, sikap dan keterampilan masyarakat.
2.
Sasaran penyuluhan adalah segenap warga
masyarakat (pria, wanita dan anak-anaknya) untuk menjawab kebutuhan dan
keinginannya
3.
Penyuluhan mengajar masyarakat tentang apa
yang diinginkannya, dan bagaimana cara mencapai keinginan-keinginan itu.
4.
Penyuluhan bertujuan membantu masyarakat agar
mampu menolong dirinya sendiri.
5.
Penyuluhan adalah “belajar sambil bekerja” dan
“percaya tentang apa yang dilihatnya”.
6.
Penyuluhan adalah pengembangan individu,
pimpinan mereka, dan pengembangan dunianya secara keseluruhan.
7.
Penyuluhan adalah bentuk kerjasama untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat.
8.
Penyuluhan adalah pekerjaan yang diselaraskan
dengan budaya masyarakatnya,
9.
Penyuluhan adalah prinsip hidup dengan saling
berhubungan, saling menghormati dan saling mempercayai antara satu sama
lainnya.
10.
Penyuluhan merupakan kegiatan dua arah.
11.
Penyuluhan merupakan proses pendidikan yang
berkelanjutan.
Di Amerika Serikat telah lama dikembangkan falsafah
3-T : teach, truth, and trust (pendidikan, kebenaran dan keperca-yaan/keyakinan).
Artinya, penyuluhan merupakan kegiatan pendidikan untuk menyampaikan
kebenaran-kebenaran yang telah diyakini. Dengan kata lain, dalam penyuluhan
pertanian, petani dididik untuk menerapkan setiap informasi (baru) yang telah
diuji kebenarannya dan telah diyakini akan dapat memberikan manfaat (ekonomi
maupun non ekonomi) bagi perbaikan kesejahteraannya.
1.2 Paradigma
Baru Penyuluhan Pertanian
Mengingat adanya begitu banyak perubahan yang telah
dan sedang terjadi di ling-kungan pertanian, baik pada tingkat individu petani,
tingkat lokal, tingkat daerah, nasional, regional maupun internasional, maka
pelaksanaan penyuluhan pertanian perlu dilandasi oleh pemikiran-pemikiran yang
mendalam tentang situasi baru dan tantangan masa depan yang dihadapi oleh
penyuluhan pertanian. Paradigma baru ini memang perlu, bukan untuk mengubah
prinsip-prinsip penyuluhan tetapi untuk mampu merespon tantangan-tantangan baru
yang muncul dari situasi baru itu. Paradigma
baru itu adalah sebagai berikut.
1. Jasa
informasi.
Bertani adalah profesi para petani, dalam keadaan bagaimanapun petani akan
tetap bertani (kecuali dia pindah profesi) dan selalu berusaha dapat bertani
dengan lebih baik dari sebelumnya. Untuk itu yang mereka perlukan adalah
informasi baru tentang segala hal yang berkaitan dengan usahataninya. Apakah
itu informasi baru tentang teknologi budidaya pertanian, tentang sarana-sarana
produksi, permintaan pasar, harga pasar, cuaca, serangan dan ancaman hama dan
penyakit, berbagai alternatif usahatani lain, dan lain sebagainya. Dengan
mendapatkan informasi-informasi yang relevan dengan usahataninya itu para
petani akan meningkat kemampuan dan kemungkinannya untuk membuat
keputusan-keputusan yang lebih baik dan yang lebih menguntungkan bagi dirinya
sendiri dan tidak tergantung pada keputusan orang atau fihak lain. Informasi
adalah bahan mentah untuk menjadi pengetahuan, dan pengetahuan itu sangat
diperlukan untuk bisa mempertahankan hidupnya, apalagi untuk meningkatkan
kualitas hidupnya. Dunia petani tidak lagi sebatas desanya, tetapi sudah meluas
ke semua daerah di negaranya bahkan ke manca negara. Oleh karena itu para
petani juga semakin memerlukan informasi tentang dunianya yang semakin luas
itu. Kalau kebutuhannya akan berbagai macam informasi itu tidak terpenuhi maka
itu berarti para petani itu terkendala untuk maju. Penyuluhan pertanian
seyogyanya dapat berfungsi melayani kebutuhan informasi para petani itu.
Konsekuensi : Konsekuensinya bagi penyuluhan pertanian ialah harus mam-pu menyiapkan,
menyediakan dan menyajikan segala informasi yang diperlukan oleh para petani
itu. Informasi-informasi tentang berbagai komoditas pertanian dan informasi
lain yang berhubungan dengan pengolahan dan pemasarnya perlu dipersiapkan dan
dikemas dalam bentuk dan bahasa yang mudah dimengerti oleh para petani.
2. Lokalitas.
Akibat dari adanya desentralisasi
dan kemudian otonomi daerah, penyuluhan pertanian harus lebih memusatkan
perhatian pada kebutuhan pertanian dan petani di daerah kerjanya masing-masing.
Ekosistem daerah kerjanya harus dikuasai dengan baik secara rinci, ciri-ciri
lahan dan iklim di daerahnya harus dikuasai dengan baik, informasi-informasi
yang disediakan haruslah yang sesuai dengan kondisi daerahnya, teknologi yang
dianjurkan haruslah teknologi yang sudah dicoba dan berhasil baik di
daerah yang bersang-kutan, pokoknya semua informasi dan anjuran harus
yang benar-benar sesuai dengan kondisi daerah dan ini diketahui karena sudah
melalui ujicoba setempat. Sebenarnya prinsip lokalitas ini dalam penyuluhan
bukanlah prinsip baru, tetapi di masa lalu tak dapat dilaksanakan dengan baik
karena prasarananya tidak mendukung. Mudah-mudahan dalam era otoda ini
kondisinya lebih memungkin-kan.
Konsekuensi : Untuk dapat
memenuhi prinsip lokalitas ini Balai Pengkajian Teknologi Pertanian dan lembaga
sejenisnya harus lebih difungsi-aktifkan, bah-kan diperluas penyebarannya
sampai ke daerah tingkat II dalam bentuk stasion-stasion percobaan dan
penelitian. Kegiatannya juga diperluas, bukan terbatas pada aspek teknologi
budidaya saja tetapi juga menyangkut aspek-aspek sosial-ekonomi-budaya
pertanian setempat. Informasi pasar dan bisnis setempat dan daerah yang lebih
luas juga perlu dihimpun dan disajikan. Materi yang diteliti haruslah materi
yang berasal dari permasalah riil yang sedang dihadapi para petani setempat.
Penelitian yang dilakukan di BPTP bukanlah asal penelitian, tetapi haruslah
penelitian yang bertujuan memecahkan masalah atau kebutuan petani setempat.
3. Berorientasi
agribisnis.
Usahatani adalah bisnis, karena semua petani melakukan
usahatani dengan motif mendapatkan keuntungan. Kebutuhan keluarga petani pada
saat ini telah sangat berkembang dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Hampir
semua kebutuhan perlu dibeli ataupun dibayar dengan uang. Kebutuhan keluarga
ini akan terus berkembang seiring dengan meningkatnya taraf kehidupan
mereka, se-hingga para petani memerlukan pendapatan yang semakin banyak dari
usaha-taninya. Untuk mendapatkan itu para petani perlu mengadopsi
prinsip-prinsip agribisnis agar mereka memperoleh pendapatan yang lebih besar
dari hasil usahataninya. Penyuluhan dimasa lalu lebih menekankan perlunya
meningkatkan produksi usahatani, dan kurang memperhatikan pendapatan atau
keuntungan . Oleh karena itu di masa depan penyuluhan pertanian harus
berorientasi agribisnis, memperhatikan dan memperhitungkan dengan baik masalah
pendapatan dan keuntungan itu.
Penggunaan inputs produksi
seperti bibit dan pupuk harus diperhitungkan dengan baik dibandingkan dengan
tingkat produksi yang akan diperoleh sehingga dapat diperhitungkan dan
diketahui tingkat keuntungan yang bakal diperoleh. Kalau sebelumnya petani
biasa menjual hasil panennya sebagai bahan mentah yang berharga rendah, di masa
depan diusahakan agar para petani bisa menjual hasil panen yang sudah diolah
yang memiliki nilai tambah.
Konsekuesi :
Konsekuensinya para penyuluh pertanian harus mereorientasi dirinya ke arah
agribisnis karena selama ini kurang sekali mereka berorientasi ke arah itu.
Prinsip-prinsip dan teknologi-teknologi yang berkaitan dengan agribisnis harus
lebih banyak dikembangkan dan dipelajari oleh para penyuluh. Penyuluhan
pertanian di masa depan tidak terbatas pada aspek teknologi produksi pertanian
saja, tetapi jauh lebih luas meliputi aspek ekonomi, teknologi pasca panen,
teknologi pengolahan, pengemasan, pengawetan, pengangkutan dan pemasaran.
Kerjasama dan koordinasi dengan badan-badan yang menangani pengolahan dan
menangani produk-produk olahan itu juga sangat perlu dilakukan oleh lembaga
penyuluhan pertanian.
4. Pendekatan Kelompok .
Materi-materi penyuluhan
pertanian seperti dibahas pada butir-butir di atas disajikan kepada para petani
tidak dengan pendekatan individual, tetapi melalui pendekatan kelompok, kecuali
untuk kasus-kasus tertentu yang memang memer-lukan pendekatan individual.
Pendekatan kelompok ini disarankan bukan hanya karena pendekatan ini lebih
efisien, tetapi karena pendekatan itu mempunyai konsekuensi dibentuknya kelompok-kelompok
tani, dan terjadinya interaksi antar petani dalam wadah kelompok-kelompok itu.
Terjadinya interaksi antar petani
dalam kelompok-kelompok itu sangat penting sebab itu merupakan forum komunikasi
yang demokratis di tingkat akar rumput (grass root). Forum kelompok itu
merupakan forum belajar sekaligus forum pengambilan keputusan untuk memperbaiki
nasib mereka sendiri. Melalui forum-forum semacam itulah pemberdayaan
ditumbuhkan yang akan berlanjut pada tumbuh dan berkembangnya kemandirian rakyat
petani, dan tidak menggantungkan nasib dirinya pada orang lain, yaitu penyuluh
sebagai aparat pemerintah. Melalui kelompok-kelompok itu kepemimpinan di
kalangan petani juga akan tumbuh dan berkembang dengan baik melalui pembinaan
penyuluh per-tanian.
Konsekuensi : Konsekuensinya para penyuluh
pertanian perlu disiapkan dengan baik bagaimana cara membina kelompok dan
mengembangkan kepemimpinan kelompok agar kelompok itu tumbuh menjadi kelompok
tani yang dinamis. Kelompok-kelompok dengan anggota-anggotanya yang sudah
menjadi dinamis itu nantinya akan menjadi kader dan pimpinan untuk
melancarkan pembangunan masyarakat desa yang benar-benar berasal dari bawah (bottom
up).
5. Fokus pada kepentingan petani.
Kepentingan petani harus
selalu menjadi titik pusat perhatian penyuluh-an pertanian. Kalaupun ada
kepentingan-kepentingan lainnya, tetap kepentingan petani adalah yang pertama,
yang kedua juga kepentingan petani, juga yang ketiga. Baru sesudah itu difikirkan
kepentingan fihak lain. Di masa-masa lalu kepentingan petani selalu dikalahkan
oleh kepentingan nasional, yang berakhir dengan kurang diperhatikannya
kepentingan petani. Menjadikan petani sebagai ”tumbal” pembangunan nasional itu
perlu dihentikan. Eksploitasi petani sebagai fihak yang lemah untuk kepentingan
fihak lain harus dihentikan antara lain dengan memberdayakan mereka menjadi
fihak yang lebih kuat. Penyuluhan pertanian di masa depan harus jelas-jelas
berfihak kepada petani, dan bukan kepada lainnya. Dalam agribisnis penyuluh
harus berfihak pada petani, bukan pada pengusaha.
Kepentingan petani itu sederhana
saja yaitu mendapatkan imbalan yang wajar dan adil dari jerih payah dan
pengorbanan lainnya dalam berusaha tani, dan mendapatkan kesempatan untuk
memberdayakan dirinya sehingga mampu me-nyejajarkan dirinya dengan unsur
masyarakat lainnya.
Konsekuensinya : Para penyuluh baik yang ada di lapangan maupun yang ada di kantoran harus
lebih mendekatkan dirinya dengan petani dan lebih menghayati kepentingan-kepentingannya,
serta mengubah pola loyalitasnya kepada atasan dan instansi tempatnya bekerja.
Prinsip ini juga hanya akan dapat dilaksanakan bila penyuluhan pertanian di
tingkat lapangan diberi otonomi untuk menentukan sendiri bersama kelompok tani program-program
yang akan dilaksanakan. Dengan demikian kepentingan petani dalam setiap
kelompok dapat diperhatikan. Konsekuensi lainnya ialah bahwa penyuluh pertanian
harus benar-benar mampu mengidentifikasi kepentingan petani dan menuangkannya
dalam program-program penyuluhan melalui kerjasama sejati dengan para petani.
6. Pendekatan humanistik-egaliter.
Agar berhasil baik penyuluhan
pertanian harus disajikan kepada petani dengan menempatkan petani dalam
kedudukan yang sejajar dengan penyuluhnya, dan diperlakukan secara humanistik
dalam arti mereka dihadapi sebagai manusia yang memiliki kepentingan,
kebutuhan, pendapat, pengalaman, kemampuan, harga diri, dan martabat. Mereka
harus dihargai sebagaimana layaknya orang lain yang sejajar dengan diri penyuluh,
atau bahkan yang berkedudukan lebih tinggi dari penyuluh yang bersangkutan.
Kalau para petani tidak diperlakukan semacam itu, kecenderungannya mereka tidak
akan memberi respon yang positif terhadap materi penyuluhan yang dibawakan oleh
para penyuluh. Dengan pendekatan yang humanistik-egaliter semacam itu akan
tumbuh sikap saling menghargai antara penyuluh dan petani, dan akibat
selanjutnya ialah kepentingan-kepentingan petani akan mendapatkan perhatian
utama dari para penyuluh dan petani akan menghar-gai usaha-usaha penyuluh..
Hal itu perlu dijadikan salah
satu unsur paradigma baru penyuluhan karena di masa lalu pendekatan semacam itu
masih kurang mendapatkan perhatian. Petani cenderung kurang dihargai, cenderung
dianggap lebih ”bodoh” dari penyuluhanya, kepentingannya kurang diperhatikan,
dan keluhannya kurang didengarkan.
Konsekuensi : Para penyuluh pertanian perlu dibekali dengan seperangkat penge-tahuan dan
keterampilan yang berkaitan dengan masalah komunikasi sosial, psikologi sosial,
stratifikasi sosial, dll. agar mereka mampu memerankan penyuluhan yang
humanistk-egaliter itu.
7. Profesionalisme
Penyuluhan pertanian di masa
depan harus dapat dilaksanakan secara profesional dalam arti penyuluhan itu
tepat dan benar secara teknis, sosial, budaya dan politik serta efektif karena
direncanakan, dilaksanakan dan didukung oleh tenaga-tenaga ahli dan terampil
yang telah disiapkan secara baik dalam suatu sistem penyuluhan pertanian yang
baik pula. Penyuluhan yang profesional itu juga didukung oleh faktor-faktor
pendukung yang tepat dan memadai, seperti peralatan dan fasilitas lainnya,
informasi, data, dan tenaga-tenaga ahli yang relevan.
Ketepatan materi penyuluhan
terhadap kebutuhan petani akan menjamin tercapainya tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan bersama dengan para petani, dan ini menjamin adanya partisipasi para
petani. Kegagalan karena kurangnya respon dan partisipasi petani dapat
dihindarkan. Programa-programa penyuluhan dirancang pula secara profesional
sehingga terjamin kelancaran dan keefektifannya bila dilaksanakan. Bila
penyuluhan pertanian dapat dilakukan secara profesional dan dilaksanakan oleh
tenaga-tenaga profesional dan sub-profesional pula, maka otonomi penyuluhan
dalam arti melaksanakan secara mandiri dan tidak selalu tergantung pada arahan
dan petunjuk dari ”atas” akan benar-benar dapat diwujudkan. Dan penyuluhan yang
otonom seperti telah dikemukakan di atas menjamin diperhatikannya kepentingan
petani setempat.
Konsekuensi : Bila prinsip ini diterima
konsekuensinya ialah perlu dipersiapkan generasi penyuluh yang
profesional dan yang sub-profesional, dan penyuluh yang telah ada (yang belum
termasuk profesional atau sub-profesional) perlu ditatar agar meningkat menjadi
profesional/sub-profesional. Untuk keperluan semua itu perlu dilakukan penataan
dan peningkatan dari lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan yang menangani
tenaga-tenaga penyuluh itu. Lembaga pendidikan yang dimaksud harus cukup
tersebar di nusantara ini, selain agar dapat lebih baik melayani kebutuhan
tenaga penyuluh pertanian di daerah, juga agar kespesifikan lokal dapat
diangkat secara semestinya. Lembaga-lembaga pelatihan bagi para penyuluh harus
dibangun di setiap daerah tingkat II agar para penyuluh yang bekerja di daerah
itu dapat dilatih dan berlatih secara berkala. Materi pelatihannya haruslah
yang relevan dengan kebutuhan tugas-tugasnya di lapangan, tidak hanya mengenai
teknologi budidaya produksi pertanian, tetapi mengenai semua aspek agribisnis,
analisa dan perencananaa usahatani, metoda-metoda dan teknik-teknik penyuluhan,
kepemimpinan dan pembinaan kelompok, dan lain sebagainya. Kerjasama dengan
perguruan-perguruan tinggi perlu ditingkatkan agar dapat memanfaatkan
potensi-potensi SDM yang ada di dalamnya.
8. Akuntabilitas
Akuntabilitas atau pertanggung-jawaban,
maksudnya setiap hal yang dila-kukan dalam rangka penyuluhan pertanian harus
difikirkan, direncanakan, dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, agar
proses dan hasilnya dapat dipertang-gung-jawabkan. Sistem pertanggung-jawaban
itu harus ada dan mengandung konsekuensi-konsekuensi tertentu bagi
penyuluh-penyuluh yang bersangkutan, apakah itu berupa konsekuensi positif
(penghargaan) ataupun negatif (hukuman). Prinsip akuntabilitas ini diperlukan
untuk menjadi penyeimbang prinsip otonomi penyuluhan yang sudah disarankan
sebelumnya. Akuntabilitas ini jaga merupakan unsur yang tak terpisahkan dari
profesionalisme, dan merupakan kelanjutan dari evaluasi. Akuntabilitas ini
tidak hanya diperlukan dalam rangka tertib administrasi penyuluhan saja, tetapi
lebih dari itu sebab kegiatan penyuluhan yang menggunakan dana masyarakat
melalui anggaran pemerintah daerah harus dipertanggung-jawabkan kepada
masyarakat termasuk kepada petani. Anggaran penyuluhan yang dialokasikan untuk
tahun berikutnya sangat tergantung pada efektifitas dan hasil nyata dari
penyuluhan sebelumnya.
Konsekuensi : Harus
diciptakan sistem evaluasi dan akuntabilitas yang dapat dioperasikan secara
tepat dan akurat. Setiap jenis kegiatan penyuluhan harus jelas dan terukur
tujuannya, biaya penyuluhan harus dipertimbangkan dengan hasil dan dampak dari
penyuluhan itu. Hanya harus dimengerti bahwa hasil penyuluhan tidak selalu
terjadi secara langsung, tetapi penyuluhan sering merupakan investasi berjangka
yang hasilnya baru akan terlihat beberapa waktu setelah penyuluhan dilakukan.
Namun demikian tetap diperlukan adanya indikator keberhasilan penyuluhan dalam
jangka pendek yang akan dapat digunakan sebagai pertang-gung-jawaban kegiatan
penyuluhan yang dilakukan. Yang penting harus ada mekanisme pertanggung-jawaban
itu, kalau berhasil seperti apa hasilnya, sesuai dengan tujuan atau tidak;
kalau tidak atau kurang berhasil harus bisa dijelaskan mengapa demikian.
9. Memuaskan
Petani
Apapun yang dilakukan dalam
penyuluhan pertanian haruslah membuah-kan rasa puas pada para petani yang
bersangkutan dan bukan sebaliknya kekece-waan. Petani akan merasa puas bila
penyuluhan itu memenuhi sebagian ataupun semua kebutuhan dan harapan petani.
Ini berarti kegiatan penyuluhan haruslah di-rencanakan untuk memenuhi salah
satu atau beberapa kebutuhan dan harapan petani. Sebagian besar prinsip yang
telah dikemukakan di atas sebenarnya bisa diartikan untuk memuaskan petani
juga, tetapi rangkuman dari semua prinsip itu haruslah tetap bernuansa
memuaskan petani. Karena itulah prinsip memuaskan petani itu dikemukakan di
sini sebagai prinsip tersendiri.
Kepuasan petani dari penyuluhan
tidak hanya kalau materi penyuluhan itu sesuai dengan apa yang dibutuhkan,
tetapi cara penyajian juga akan berpengaruh pada kepuasannya itu. Oleh karena
itu materi penyuluhan yang tepat haruslah di-sajikan dengan sikap kepelayanan
sepenuh hati. Maksudnya kalau menyuluh itu jangan tanggung-tanggung, lakukanlah
sebaik-baiknya dan selengkap-lengkapnya sesuai dengan yang benar-benar
dibutuhkan oleh para petani sampai mereka merasa puas. Mungkin usahataninya
belum berhasil ditingkatkan oleh mereka, tetapi penyuluhan yang diterima telah
menimbulkan kepuasan tersendiri. Kalau usahataninya belum berhasil maka
penyuluh masih berkewajiban ”melayani” de-ngan memberi bantuan lebih lanjut
sampai usahataninya benar-benar berhasil.
Penyuluh pertanian memang bukan
manusia sempurna, tetapi sebagai penyuluh mereka harus selalu berusaha lebih
baik dan lebih mampu dari sebelumnya. Kalau pada suatu waktu penyuluh tidak
dapat menjawab pertanyaan petani, dia mengaku belum bisa tetapi menjajikan akan
mencarikan informasi ten-tang itu. Kemudian penyuluh itu benar-benar
berhubungan dengan sumber-sumber informasi yang diketahui untuk minta informasi
yang diperlukan petani itu, dan kalau sudah didapat akan diteruskan kepada
petani yang bersangkutan. Itu namanya pelayanan penyuluhan sepenuh hati, bukan
penyuluhan setengah hati ataupun penyuluhan semaunya dan sebisanya.
Konsekuensi : Pendidikan, pelatihan dan
keteladanan yang tepat dapat mengha-silkan tenaga-tenaga penyuluh yang mampu
menyuluh dengan sepenuh hati. Untuk itu lembaga-lembaga pendidikan dan
pelatihan untuk para penyuluh harus disiapkan untuk dapat mengemban misi
semacam itu. Selain itu fasilitas yang memadai di lembaga-lembaga penyuluhan
pertanian seperti perpustakaan, internet dan jaringan kerjasama dengan
instansi-instansi terkait juga akan sangat membantu para penyuluh untuk dapat
memberi pelayanan penyuluhan sepenuh hati itu.
Kesembilan prinsip tersebut di atas membentuk paradigma (pola pikir, pola
pandang, pola pelaksanaan) penyuluhan pertanian di era mendatang, dalam situasi
baru yang sudah serba berubah dan yang mengandung tantangan-tantangan baru yang
lebih komplek. Tidak semua prinsip tersebut merupakan prinsip baru dalam
penyuluhan pertanian, tetapi karena di masa lalu belum sempat dilaksanakan
dengan semestinya, maka di masa depan perlu mendapatkan perhatian yang lebih
besar. Sebaliknya banyak prinsip-prinsip lain yang tidak disarankan di sini
karena prinsip-prinsip itu telah diadopsi secara baik di masa lalu sampai
sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon konfermasi balik....dari anda terhormat. Biar tampilan lebih baik.