Oleh : Anang Budi Prasetyo,SP
BPK Kecamatan Tiris
Dalam upaya
meningkatkan pembangunan ketahanan pangan, peranan kelembagaan kelompok tani di
pedesaan sangat besar dalam mendukung dan melaksanakan berbagai program yang
sedang dan akan dilaksanakan karena kelompok tani inilah pada dasarnya pelaku
utama pembangunan ketahanan pangan.
Keberadaan
kelembagaan kelompok tani sangat penting diberdayakan karena potensinya sangat
besar. Berdasarkan data dari Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Departemen
Pertanian, pada tahun 2002 terdapat 27 juta lebih kepala keluarga (KK) yang
bekerja di sektor pertanian. Dari jumlah tersebut, telah dibentuk kelembagaan
kelompok tani sebanyak 275.788 kelompok. Kelembagaan kelompok tani ini sangat
efektif sebagai sarana untuk kegiatan belajar, bekerja sama, dan pemupukan
modal kelompok dalam mengembangkan usahatani.
Pentingnya
pemberdayaan kelompok tani tersebut sangat beralasan karena kalau kita
perhatikan keberadaan kelompok tani akhir-akhir ini - terutama sejak era
otonomi daerah dilaksanakan - ada kecenderungan perhatian pemerintah daerah
terhadap kelembagaan kelompok tani sangat kurang bahkan terkesan diabaikan
sehingga kelembagaan kelompok tani yang sebenarnya merupakan aset sangat
berharga dalam mendukung pembangunan ketahanan pangan belum berfungsi secara optimal
seperti yang diharapkan
Mengingat
semakin kompleks dan besarnya tantangan pembangunan ketahanan pangan mendatang,
terutama untuk mencapai kemandirian pangan, maka kelembagaan kelompok tani yang
tersebar di seluruh pelosok pedesaan perlu dibenahi dan diberdayakan, sehingga
mempunyai keberdayaan dalam melaksanakan usahataninya.
Untuk
mencapai keberdayaan tersebut, program pemberdayaan kelompok tani yang
dilakukan harus dapat meningkatkan kemampuan kelompok tani dalam hal (1)
Memahami kekuatan (potensi) dan kelemahan kelompok; (2) Memperhitungkan peluang
dan tantangan yang dihadapi, pada saat ini dan masa mendatang; (3) Memilih
berbagai alternatif yang ada untuk mengatasi masalah yang dihadapi, dan (4)
Menyelenggarakan kehidupan berkelompok dan bermasyarakat yang serasi dengan
lingkungannya secara berkesinambungan.
Agar upaya memandirikan dan
memberdayakan kelompok tani tersebut dapat dilaksanakan, setidaknya ada empat
langkah strategis yang harus dilakukan, diantaranya :
Pertama,
peningkatan sumber daya manusia
(SDM) petani. Hal ini sangat penting dilakukan, karena menurut data dari BPS
(Badan Pusat Statistik) 2001, ternyata masyarakat yang berumur 15 tahun ke atas
dan bekerja di bidang pertanian sebanyak 10,66 juta jiwa tidak tamat SD
(sekolah dasar) dan 5.758 juta jiwa tidak pernah sekolah, sedang yang tamat SD
sebanyak 15,932 juta jiwa. Upaya peningkatan SDM petani ini dapat dilakukan
melalui proses pembelajaran melalui bimbingan penyuluhan, pelatihan, kursus,
sekolah lapang, pendampingan dan lainnya. Materi dan cara penyampaiannya harus
disesuaikan dengan kebutuhan petani dan kemampuan petani sesuai dengan situasi
dan kondisi yang dihadapi kelompok tani.
Ujung Tombak
Mengingat peranan penyuluh pertanian
sebagai "ujung tombak" dalam memberikan penyuluhan kepada kelompok
tani, maka keberadaan penyuluh pertanian termasuk Balai Penyuluhan Pertanian
(BPP) sebagai wadah pertemuan, uji coba dan lainnya perlu mendapat perhatian
serius dari pemerintah, sehingga para penyuluh pertanian ini dapat melaksanakan
penyuluhan secara profesional.
Kedua,
Kedua,
kemudahan dalam akses sarana
produksi pertanian. Mengingat sarana produksi seperti benih, pupuk, pestisida,
permodalan, alat dan mesin pertanian merupakan faktor (input) yang sangat
menentukan hasil (output), maka keberpihakan pemerintah dan pemangku
kepentingan di bidang sarana produksi pertanian ini sangat diharapkan kelompok
tani.
Adanya slogan enam tepat (tepat
mutu, jumlah, jenis, harga, waktu dan tempat) dalam penyaluran sarana produksi
hendaknya tidak hanya manis di dalam kata-kata atau tulisan, tetapi benar-benar
dapat diimplementasikan, sehingga benar-benar dapat dirasakan kelompok tani.
Masih terjadinya kekurangan benih
ketika musim tanam akan dilakukan dan terjadinya kelangkaan pupuk ketika masa
pemupukan akan dikerjakan, hanya merupakan contoh kasus yang hendaknya dapat
memacu pemerintah dan pemangku kepentingan di bidang sarana produksi pertanian
untuk bekerja lebih baik lagi. Sebab, jika hal-hal tersebut tidak segera
dibenahi dan masih dialami kelompok tani, sulit rasanya para petani dapat
meningkatkan produksi dan produktivitas usahataninya secara optimal.
Untuk itu, berbagai lembaga
pelayanan kelompok tani yang ada di pedesaan seperti perbankan, Lembaga Usaha
Perekonomian Pedesaan (LUEP), koperasi tani, KUD, kios sarana produksi dan
lainnya perlu lebih diberdayakan dan mendapat perhatian pemerintah daerah setempat
sehingga dapat meningkatkan tugas dan fungsinya selaku mitra usaha petani
dengan sebaik-baiknya.
Ketiga,
akses terhadap informasi. Dalam era
informasi sekarang ini, pendapat yang mengatakan bahwa petani/ kelompok tani
tidak memerlukan informasi adalah pendapat yang sangat keliru. Karena itu dalam
masa mendatang berbagai informasi khususnya mengenai pembangunan ketahanan
pangan perlu disebarluaskan kepada petani, sehingga mereka dapat mengakses
informasi/berita yang sedang dan akan terjadi, khususnya yang berkaitan dengan
pembangunan pertanian. Misalnya tentang akan tibanya musim kemarau/hujan,
gejala adanya serangan hama dan penyakit pada tanaman, perkembangan harga gabah
di pasaran dan sebagainya.
Dengan mengetahui perkembangan yang
sedang dan akan terjadi yang dapat berpengaruh langsung terhadap usahatani yang
dikerjakan, diharapkan para petani dapat bekerja sama dengan aparat untuk
mengantisipasi permasalahan yang akan terjadi. Misalnya, ketika mengetahui
harga gabah turun, para petani bisa menyimpan gabahnya terlebih dahulu di
lumbung pangan kelompok, dan baru menjualnya ketika harga gabah sudah membaik
dan menguntungkan.
Mengingat informasi pertama yang
diterima petani/ kelompok tani lebih banyak berasal dari petugas penyuluh
pertanian dan penerangan, maka informasi yang akan disampaikan harus diolah dan
dikemas sesuai dengan bahasa dan kemampuan daya serap petani, sehingga mudah
dipahami.
Keempat,
keberpihakan pemerintah pada sektor
pertanian. Karena dari ketiga strategi yang diuraikan di atas sangat erat
kaitannya dengan tugas aparat kelembagaan pemerintah di daerah sebagai
fasilitator, motivator dan regulator, maka berbagai keberpihakan setiap
pemimpin daerah terhadap pembangunan ketahanan pangan perlu terus ditingkatkan
dan berbagai program yang direncanakan dapat diimplementasikan di lapangan.
Dengan beberapa langkah strategis
yang dipaparkan di atas, pada akhirnya selain kemandirian petani/kelompok tani
dapat terus ditingkatkan, berbagai program pembangunan ketahanan pangan yang
menjadi tanggung jawab pemerintah bersama masyarakat diharapkan dapat
dilaksanakan dengan baik sebagaimana diharapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon konfermasi balik....dari anda terhormat. Biar tampilan lebih baik.