teks

SELAMAT DATANG DI BLOG BPP KECAMATAN TIRISblink>

Kamis, 16 Agustus 2012

NEMATODA ENTOMOPATOGEN ( NEP )





NEMATODA ENTOMOPATOGEN ( NEP )




I.                   PENDAHULUAN

                Dengan banyaknya dampak negatif pemakaian pestisida serta pembatasan pemakaian insektisida sintetik tertentu sebagai pengendali serangga hama, maka peluang penggendalian Organisme Pengganggu Tanaman ( OPT ) secara hayati akan sangat besar.
               Pengendalian secara hayati dengan pemakaian Nematode Entomopatogen ( NEP ) yang sudah dilaksanakan secara luas di beberapa Negara di Eropa, Australia, Asia, China, dan Amerika.Pemakaiannya di Indonesia masih sangat kecil dan terbatas.
                Di Indonesia  pemanfaatan agens pengendali secara hayati dengan NEP untuk mengendalikan serangga hama baik pada tanaman Perkebunan, Pangan, Rumput lapangan  golf serta Hortikultura menggunakan Steinernema spp dan Heterorhabditis spp sebagai isolat asli Indonesia.
               NEP tersebut memiliki virulensi yang tinggi terhadap inangnya, membunuh inangnya yang cepat ( 24 – 48 jam ), dapat diproduksi secara missal baik dimedia hidup maupun media buatan dengan biaya yang relative murah,diaplikasikan dengan mudah dan kompatibel dengan insektisida yang lain. Dari kenyataan ini maka penelitian untuk mengendalikan serangga hama tanaman secara hayati dengan NEP sangatlah diperlukan untuk menunjang program PHT yang akrab lingkungan.

II.                BIOEKOLOGI NEMATODA ENTOMOPATOGEN ( NEP )

  1. Biologi Nematoda Entomopatogen ( NEP )
               
                Nematoda Entomopatogen ( NEP ) merupakan nematode yang bersifat vector dari bakteri yang memarasit serangga inang dengan penetrasi langsung melalui Kutikula serangga dan lubang lubang alami seperti Spiracle, mulut, dan anus.
                Nematoda Entomopatogen ( NEP )  masuk ketubuh serangga dengan menyerang  aliran darah ( Hemocoel ) dan masuk kedalam saluran pernapasan ( Vesikel ). Selanjutnya NEP mengeluarkan bakteri simbion yaitu bakteri yang bersifat Simbiosis mutualisme dan tersimpan di instestinal dan lumen usus nematode.
                Jenis jenis Nematoda yang Entomopatogen yaitu Steinernema spp bersimbiosis dengan bakteri Xenorhabditis spp dan Nematoda Heterorhabditis spp bersimbiosis dengan bakteri Photorhabditis spp. Kedua bakteri tersebut mampu membunuh serangga hama dengan waktu yang sangat cepat yaitu sekitar 24 sampai 48 jam karena mengeluarkan racun ( Toksin ). Jenis inang sasaran pada umumnya Ordo Lepidoptera, Coleoptera dan Diptera.
                Pada umumnya gejala serangga hama yang terserang oleh Nematoda Entomopatogen ( NEP ) adalah adanya perubahan warna, tubuh menjadi lembek, dan bila dibedah konstitusi jaringan menjadi cair tapi tidak berbau. Perilalu Nematoda Entomopatogen ( NEP ) untuk menemukan inang bermacam – macam. Nematoda Steinenerma spp berperilaku “ Ambuser “ adalah diam dan menunggu inang sampai berada didekatnya,kemudian menyerang. Nematoda Heterorhabditis spp berperilaku “ Hanter “ adalah Nematoda Entomopatogen ( NEP ) adalah Nematoda Entomopatogen yang mempunyai kemampuan gerakan tinggi dan menyerang.
                Pada kepala ( Anterior ) terdapat Chepalosensor yaitu syaraf syaraf yang mampu mendektesi  secara kimiawi ekskresi serangga khusus,sehingga dapat menentukan inang spesifik.Chepalosensor dapat juga mendektesi karbondioksida ( CO2 ) dari respirasi serangga inang spesifik. Dan hal ini berarti Nematoda Entomopatogen mampu membedakan mana yang inang serangga spesifik dan musuh alami.
                Untuk membedakan Nematoda Steinenerma spp dan Heterorhabditis spp secara mikrokopis morfologi dengan pembesaran 400 kali. Dengan cirri cirri nematode tersebut adalah sebagai berikut :
1.  Nematoda Steinernema spp, :
-    Badan halus
-    Ukuran tubuh > 500 – 900 milimikron
-    Kepala halus tidak bertanduk
-    Ekor tumpul
2.  Nematoda Heterorhabditis spp:
-    Badan bersisik ( Tongkol jagung )
-    Ukuran tubuh < 500 milimikron
-    Kepala kasar,bertanduk dan bergigi kait
-    Ekor lancip

Nematoda Entomopatogen ( NEP ) untuk menyelesaikan satu siklus hidup / generasi memerlukan waktu 1 minggu dengan perkembangan  dari Telur—Juvenil I—Juvenil II—Juvenil III – Juvenil IV – Juvenil V – Dewasa.

Stadia :   - Telur, Jv I, JvII dan dewasa, ada didalam tubuh inang ( Serangga,Ulat )
-    Jv III,Jv IV, Jv V, keluar dari tubuh inang ketanah lembab.
-    Jv III, paling efektif untuk membunuh serangga, sedangkan Jv IV, dan Jv V tidak efektif
-    Jv III disebut Infektif Juvenil ( I J )
               
      Perbanyakan Nematoda dapat dilakukan dengan cara “ In Vivo atau Vitro “ sebagai   berikut :
1.      “ IN Vivo “adalah perbanyakan dengan menggunakan Ulat hongkong (Tenebrio        molite ),ulat bambu. Dari satu ulat hongkong bisa menghasilkan NEP sebanyak 200.000 I J. Dilapang,Untuk Steinernema spp isolate local konsentrasi 100.000 I J / m2 ( 5 ribu ulat hongkong per Ha ) selama 48 jam mematikan Spodoptera litura  87 % Heliopeltis hampei   83 % Crocidolomia sp 77 % dan Plutella xylostella 68 %.
2.      “ In Vitro “ adalah perbanyakan dengan media spon sebagai mediatornya, spon diisi nutrisi dan bekteri,atau media buatan Yeast Ekstrak agar yang diinokulasikan bakteri dan diletakkan segumpal hati atau ginjal pada media tumbuh tersebut.

  1. Ekologi Nematoda Entomopatogen.

Nematoda hidup dalam tanah yang lembab,basah,daerah perakaran,vegetasi rimbun,kedalaman 0 – 10 cm dari permukaan tanah. Temperatur yang sesuai bagi nematode adalah 19 derajat sam pai 29 derajat celsius dan kelembaban 100 %. Hambatan terjadi di bawah 10 derajat Celsius dan diatas 33 derajat Celsius. Tipe tanah liat menghambat pergerakan nematode,sehingga penyebaran didalam tanah liat sangat terbatas.
Kelembaban 75 % dan suhu 25 derajat celsiuc dapat menghambat  keluarnya juvenile infektif NEP dari inang ulat yang terinfeksi.Kelembaban 85 sampai 98 % dan temperature 30 derajat Celsius NEP akan mati setelah 102 jam.
Kebutuhan oksige ( O2 ) NEP tergantung pada temperature yang ada. Nematoda masih infektif pada temperatur tinggi jika terdapat jumlah oksigen yang banyak dan mampu bertahan selama 43 hari pada oksigen 0,5 % suhu 20 derajat Celsius. NEP mempunyai respon positip terhadap Ion Na, Mg, Ca, dan Cl.
Faktor biotis yang menghambat atau musuh Nematoda ialah Cendawan nematofagus dari beberapa genus Carterbaria, Dactylaria, Dactitella dan Arthobotrys mengurangi infeksi NEP pada hama uret ( Inang ). Tungau Mesostigmata Gamasellodes vernivorax dan Colembolla Hypogaster scotii dapat memangsa NEP .

  1. Penggunaan Bioinsektisida Nematoda Entomopatogen dalam program Pengendalian Hama Terpadu ( PHT )

Menurut Didik Sulistyanto ( 2000 ) Penggunaan Nematoda Entomopatogen dalam Pengendalian Hama Terpadu banyak memiliki banyak keuntungan,antara lain :
    1. Nematoda Entomopatogen mudah dikembangkan dalam media buatan ( In Vitro ) dalam skala besar ( 500 – 40.000 liter ).
    2. Dapat bertahan beberapa bulan bila disimpan pada temperature rendah.
    3. Memakai alat semprot yang biasa digunakan oleh petani.
    4. Daya bunuh yang sangat cepat setelah diaplikasikan ( 24 sampai 48 jam ).

Sebagai agens pengendali hayati, NEP harus memenuhi kondisi lingkungan tertentu antara lain : Menghindari sinar Ultra Violet ( UV ) serta sebelum dan sesudah aplikasi harus disemprot dahulu dengan air untuk menjaga kelembaban.
Penggunaan NEP dalam PHT dewasa ini menggunakan beberapa spesies seperti : Steinernema carpocapsae, Steinernema feltiae, Heterorhabditis bacteriophora, Heterorhabditis megidis dan Heterorhabditis indicus yang banyak dipasarkan di Amerika, Australia, Eropa, China dan Asia.

III. PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN NEMATODA ENTOMOPATOGEN

Pengembangan dan pemanfaatan  NEP melaluli tahapan mulai eksplorasi, identifikasi, perbanyakan missal dan penyimpanan.Hal ini secara rinci dapat dirangkum sebagai berikut :

A.     EKSPLORASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN ( NEP )

1.Bahan dan alat :
ØUlat serangga ( Ulat Hongkong dan ulat bambu )
ØGelas plastic
ØKain kasa
ØPenutup kertas / kain hitam
ØKaret gelang
ØCangkul
ØSekop

2.Cara pelaksanaan Metode Eksplorasi
1.      Pengambilan tanah dengan metode sampling pada 5 titik secara diagonal yang total banyaknya kurang lebih 2 Kg pada kedalaman 5 sampai 10 cm dari permukaan tanah dengan cangkul atau sekop didaerah yang bervegetasi rimbun. Kemudian tanah tersebut masukkan kedalam wadah gelas plastic dengan kondisi lembab kapasitas lapang kurang lebih 1 per 3 ukuran gelas dan simpan dalam tempat gelap.
2.  Kemudian masukkan / benamkan ulat yang dibungkus kain kasa sebanyak 3 sampai 4 ekor,pada gelas yanf berisi tanah,kemudian diatasnya diberi tanah lagi kemudian gelas tersebut ditutup dengan kain hitam dan inkubasi selama 7 hari.
3. Untuk menjaga kelembaban tanah didalam gelas,maka lakukan penyemprotan dengan air.Setelah 7 hari ulat didalam gelas dibuka kain kasanya, ulat terinfeksi oleh nematode.Gejalanya mengembung,sedangkan serangga yang tidak terinfeksi ( Kempes dan hitam ) dibuang. Kemudian serangga yang terinfeksi dibuat bahan untuk pelaksanaan langkah White Trap.

B. ISOLASI NEP DAN IDENTIFIKASI

            Isolasi NEP dan identifikasi melalui metode White Trap sebagai berikut :



White Trap :
   Bahan dan alat :
1.      Petredist besar dan kecil.
2.      Saringan ukuran 30 milimikron dan 15 milimikron
3.      Spet injeksi / pipet
4.      Air steril
5.      Ulat hasil eksplorasi  dan ulat yang masih hidup
6.      Kertas saring
7.      Alkohol 70 %

Cara Pelaksanaan White Trap ( Isolasi )
1.      Ulat hasil eksplorasi distreril dengan alcohol 70 % selama 15 menit
2.      Ulat tersebut diletakkan diatas permukaan petridist ( Petri terbalik yang diatas diberi kertas saring lembeb ).
3.    Kemudian masukkan kedalam petridist besar berisi aiar kurang lebih setengah bagian dari tinggi petridist dibiarkan selama 1 sampai 2 minggu.
4.      Untuk menjaga kelembaban ulat dilakukan penyemprotan dengan air steril.
5.   Setelah 1 – 2 minggu air yang didalam petridist besar disaring dengan kain siklon yang berukuran 30 milimikron dan 15 milimikron.Untuk memisahkan yang dewasa dan I J III.
6.  Nematida I J III melekat disaringan 15 milimikron disemprot air steril dituangkan pada petridist berair.
7.   Nematoda I J III dipetridist berair diambil dengan pipet atau spet injeksi dimasukkan ke mulut ulat hongkong atau ulat bambu hidup segar atau disimpan dalam botol berisi alcohol 0,01 % dan tutup ( Tidak Rapat ).selanjutnya disimpan dalam suhu kamar / lemari es( Kulkas ).

C.     IDENTIFIKASI NEP ( Steinernema spp dan Heterorhabditis spp )
           
            Identifikasi NEP dilakukan dengan metode White Trap, alat alatnya sama dengan kegiatan sebagai berikut :

1.  Hasil White Trap ( Cairan NEP yang didalamnya masih bercampur Steinernema spp, dan Heterorhabditis spp<.i> ) diambil dengan jarum suntik dan diinokulasikan ketubuh ulat bambu atau ulat hongkong
2.   Ulat bambu atau ulat hongkong yang sudah terinfeksi dibiarkan selama 24 jam.
3.   Setelah 24 jam ulat tersebut mati menunjukkan gejala dan diidentifikasi warna ulat tersebut.
Ø  Serangan NEP Steinernema spp, ulat berwarna caramel ( Coklat hitam )
Ø  Serangan NEP Heterorhabditis spp, ulat berwarna merah tua atau merah
4.    Berdasarkan gejala, masing masing ulat yang terinfeksi dipisahkan antara gejala Steinernema spp dan Heterorhabditis spp.
5.    Ulat bambu atau hongkong berwarna coklat hitam ( berisi Steinernema spp ), selanjutnya isolasi seperti langkah White Trap. Demikian juga tempat tersendiri untuk ulat berwarna merah tua atau merah ( berisi Heterorhabditis spp ) juga dilaksanakan isolasi White Trap

D.     PERBANYAKAN MASSAL NEP DENGAN MEDIA ULAT ( IN VIVO )

a.       Bahan dan Alat :

1.       Ulat bambu
2.        Spet injeksi
3.       Petridist, kertas saring, air.
4.       Saringan 30 milimikron dan 15 milimikron
5. Cairan NEP dari White Trap yang teridentifikasi Steinernema spp atau Heterorhabditis spp

b.      Cara pelaksanaan:
1.    Cairan NEP dari white Trap yang teridentifikasi,diambil dengan spet injeksi beberapa milimiter.
2.      Kemudian diinjeksikan pada ulat sehat, diinkubasikan sampai ulat mati
3.  Setelah mati diprases dengan metode White Trap, untuk mendapatkan NEP IJ III memakai saringan 30 milimikron dan 15 milimikron
4.      NEP I J III dalam wadah disimpan dalam suhu ruangan atau dalam lemari es /Kulkas.

E.     TEKNIK PENYIMPANAN
1.      Cairan berisi NEP dari White Trap kemudian disaring dengan alat saring ukuran 30 milimikron. Hal ini bertujuan untuk memisahkan I J III dengan yang lain
2.      Hasil saringan tersebut disaring lagi dengan  alat saring ukuran 15 milimikron,hal ini bertujuan untuk memperoleh  I J III yang tertinggal dalam saringan.
3.      I J III yang tertinggal dalam saringan 15 milimikron dilarutkan dalam aquades atau air steril secukupnya lalu masukkan potongan potongan spon steril secukupnya.
4.      Untuk menyimpan kemudian masukkan kedalam wadah ( Gelas Elemeyer ) atau tempat lain yang tertutup dan mudah dibuka.
5.      Kemudian simpan dalam suhu kamar atau dalam lemari es / kulkas.

F.      APLIKASI NEMATODA ENTOMAPATOGEN ( NEP ) DI LAPANG.

1.      Campur dengan air dalam alat semprot
2.      Aduk secara merata
3.      Semprotkan pada hama sasaran
4.      Aplikasi dilakukan pada pagi hari dan sore hari
5.      Sebelum dan sesudak aplikasi dengan nematode tanah dilembabkan
6.      Penyemprotan cukup dilakukan 1 sampai 2 kali per bulan atau sesuai dengan kebutuhan
7.      Bertahan dalam tanah atau tanaman cukup lama.


IV.  KESIMPULAN DAN SARAN
           
            Pengendalian hama atau serangga dengan penggunaan isolate local dengan menggunakan Nematoda Entomopatogen ( NEP ) masih terdengar baru bagin sebagian petani Indonesia,namun dengan berkembangnya teknologi maka petani harus mencobah sejauh mana keefektipan NEP diaplikasikan di lapang.
            Untuk itu jika ingin membuat NEP hal hal yang perlu dikerjakan seperti cara pengembangan,cara pembuatan, sampai diaplikasikan kelapang harus mengacuh pada masukan seperti tersebut diatas.,disamping itu keberhasilan cara cara tersebut diatas harus didampingi oleh tenaga yang menguasai teknik pembuatannya.
            Demi terselenggarakannya metode pengendalian  nematode parasit perlu ikut campur dari dinas dan instasi terkait,sehingga pelaksanaan Pengendalian Hama Terpadu ( PHT ) dapat tewujud dan kelestarian lingkungan dapat terkendali dari dampak penggunaan pestisida sintetik.    



DAFTAR PUSTAKA :

Didik Sulistyanto, 2000. Pengendalian Hayati Serangga Hama Tanaman Pangan dan Hortikultura dengan Nematoda Entomopatogen,Steinernema spp dan Heterorhabditis spp.Isolat Lokal.Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan,Fakultas Pertanian Universitas Jember.
            ( Hal 1 – 11 )


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon konfermasi balik....dari anda terhormat. Biar tampilan lebih baik.